Page 13 - Cerita Rakyat Papua (Moi, Byak, Maybrat)
P. 13
“Awailas, kau benar. Di situ ada lubang, tetapi apa benar itu sarang babi?” rupanya
mereka masih ragu.
“Ayo, kita masuk ke lubang itu,“ ajak Awailas sambil melangkah menuruni lubang.
Tapi tak ada yang bergerak. Mereka diam di tempat. “Kau saja yang masuk, kami
menunggu di sini,“ jawab salah seorang pemburu. Mereka enggan masuk ke lubang gelap itu.
Rasanya menakutkan. Entah apa yang menanti mereka di sana.
“Baiklah.“ Awailas masuk ke dalam lubang sendirian karena tidak ada yang mau
menemaninya. Tanpa mengenal rasa takut, ia pun menyusuri lubang gelap yang ternyata
cukup lebar dan dalam.
Setelah ia berjalan sekitar sepuluh langkah, Awailas tertegun. Di depan matanya
tampak kerumunan orang yang tengah mengelilingi seseorang yang terbaring di atas dipan.
Wajah mereka murung, gelisah, bahkan ada yang menangis tersedu-sedu. Terdengar erangan
kesakitan dari orang yang terbujur di atas dipan.
Awailas memberanikan diri menyapa kerumunan orang yang sedang bersedih itu.
“Selamat pagi, apa yang kalian sedihkan?” sapa Awailas.
Kerumunan orang tersebut menengok ke arahnya. Raut wajah mereka
menggambarkan keterkejutan luar biasa. “Siapa kau?! Bagaimana bisa masuk ke rumah
kami?” tanya salah seorang dari mereka.
“Namaku Awailas. Kenapa kalian murung? Dan kenapa dia?“ tanya Awailas sambil
menunjuk orang yang terbujur di atas dipan.
“Tadi dia pergi ke lembah untuk mencari makanan, tetapi tidak tahu kenapa, dia bisa
terkena barang yang membuatnya terluka seperti ini,“ salah seorang keluarga yang
berkerumun menjawab. Ia menunjuk luka tikaman di bagian dada orang yang terbaring di
atas dipan itu.
“Aku akan membantunya agar bisa sembuh. Kau pindah, biar aku mengobati
lukanya,” kata Awailas, meminta mereka bergeser. Ia pun mendekati sosok yang mengerang
kesakitan itu.
Awailas menggosok luka orang itu dengan daun fakalas, sejenis daun yang biasa
digunakan untuk mengobati luka. Ia tahu sekelompok orang yang tinggal di dalam lubang ini,
13