Page 8 - Cerita Rakyat Papua (Moi, Byak, Maybrat)
P. 8
“Oh, tampaknya mereka yang tengah berpesta makan buah beringin,“ gumam Awailas
sambil tersenyum melihat kawanan burung itu.
Ia berpikir, burung-burung itu pun bisa menjadi santapan lezat, apabila ia tak jua
mendapatkan hasil buruan untuk dibawa pulang ke rumah.
Awailas yang memiliki kemampuan berbahasa binatang pun menyapa kawanan
burung di atas pohon itu.
“Hei, sedang apa kalian, burung-burung kecil?” sapa Awailas. Kawanan burung itu
terkejut. Kesibukan mereka memakan buah beringin sambil bercakap-cakap dengan riuh,
terhenti.
“Kami sedang memanen jagung ini, maukah kau membantu, wahai manusia?“ seekor
burung yang hinggap di dahan paling rendah, menjawab pertanyaan Awailas. Rupanya
burung itu amat mengharapkan bantuan pemuda itu. Di dunia burung, buah beringin menjadi
makanan yang digemari, layaknya jagung.
“Baiklah, aku akan membantu kalian.“ Tidak menunggu lama, Awailas memanjat
beringin besar itu.
“Wow, banyak sekali burung-burung ini. Tampaknya inilah hasil buruanku kali ini,”
gumam Awailas terpana, melihat kawanan burung yang tengah asyik berpesta buah beringin.
Ia membayangkan daging burung itu akan diolah menjadi makanan lezat.
“Hei, manusia! Kenapa kau hanya diam, tidak membantu kami?” teriak kawanan
burung itu.
Awailas terbangun dari keterpanaannya. Ia mulai bekerja, namun bukan memetik
buah beringin, melainkan mengayunkan kayu yang dibawanya ke arah kawanan burung.
“Hei, manusia! Kenapa kau pukuli kami?” teriak kawanan burung sambil terbang
menghindari pukulan kayu Awailas.
“Aduh, sakit! Tolong... tolong!“ teriak kawanan burung itu mengaduh kesakitan.
Awailas tidak peduli dengan teriakan burung-burung itu, dan terus mengayunkan
kayunya.
“Hei, manusia! Kasihanilah kami, jangan pukul lagi!” ratap mereka mengiba.
8