Page 202 - Modul P5 Spenfoursada
P. 202
inilah makanya tradisi Hindu di Bali memaknai pemberian secara terhormat itu bila
diberikan dengan tangan kanan.
Di Bali, bila sebuah upacara yadnya tanpa Daksina untuk Pandita pemimpin
upacara, maka upacara tersebut bukan menjadi milik penyelenggara upacara (Sang
Yajamana) melainkan menjadi milik sang pandita. Kita di Bali lebih memaknai
Dhaksina sebagai penghormatan, dan juga sebagai Siwamurti (bentuk siwa) yang
diejawantahkan berupa simbol-simbol Banten. Dalam Penyelenggaraan upacara
Yajna di Bali, hampir tidak ada upacara Hindu yang tidak menggunakan Banten
Daksina. Di dalam Lontar Parimbon bebanten ada disebutkan bahwa upacara tidak
akan sukses apabila tidak menggunakan Daksina. Dalam lontar tersebut Daksina itu
disebutkan sebagai “Yadnya patni”. Yadnya Patni artinya daksina sebagai shaktinya
suatu upacara. Shakti dalam bahasa Sanskerta adalah kekuatan. Dengan demikian
salah satu kekuatan suatu yajna terletak pada dhaksinanya. Lebih lanjut disebutkan
dalam primbon bebanten, bahwa di saat pemujaan bila tidak menggunakan Daksina
akan merusak indria, bisa berakibat buta atau tuli dll, dan juga bisa menghilangkan
seluruh yasa dan kerti (jasa dan usaha). Kalau hanya menggunakan Daksina tanpa
yang lain juga tidak baik, daksina ini jarang sekali berdiri sendiri, pasti ada banten
pengiring yang mengikuti, minimal canang pada saat dia berfungsi sebagai lingga
Hyang Siwa di pelinggih atau di pelangkiran. Daksina merupakan tapakan dari Ida
Sang Hyang Widhi Wasa , dalam berbagai manifestasi-Nya dan juga merupakan
perwujudan-Nya.
SMP Negeri 4 Sukasada