Page 51 - MODUL APRESIASI PROSA Berbasis kearifan Lokal Batak Toba
P. 51
kata-kata Lae Simonggo. Sehingga pada 13 Mei 1907 jejak Raja
Sisingamangaraja yang berada di sekitar Lae Simonggo mulai terungkap.
Menurut rencana semula, rombongan Raja Sisingamangaraja akan
meneruskan perjalanan ke Tele terus ke Harian Boho. Namun, perjalanan
tidak dapat dilanjutkan karena hutan rimba yang harus dilalui adalah
rawa-rawa setinggi pinggang orang dewasa. Hal ini sangat menyulitkan
perjalanan, apalagi persediaan makanan semakin menipis. Ditambah lagi,
di sepanjang hutan tidak ditemukan mata air yang dapat diminum.
Akhirnya pasukan tetap bertahan di Lae Sibulbulon.
Ada sungai kecil di hulu Lae Simonggo yaitu Lae Sibulbulon dan
di hilir Lae Simonggo bersatu dengan Simpang Kiri yang bermuara di
Singkil Aceh. di sungai Sibulbulon inilah akhirnya perang berkecamuk.
Pada perang ini Putri Lopian, putri raja Sisingamangaraja tewas
tertembak. Melihat kejadian ini, Raja Sisingamangaraja lari merangkul
putrinya. Ternyata darah Putri Lopian melumuri badan Raja
Sisingamangaraja. Padahal ia berpantang kena darah untuk memlihara
kesaktiannya. Dengan demikian kesaktian Raja Sisingamangaraja pudar
dan dapat ditembak oleh Belanda. Dengan gugurnya Raja
Sisingamangaraja pada tahun 1907, maka perang dengan Belanda
berakhir.
Banyak yang gugur dalam peperangan di Sibulbulon, termasuk
Patuan Anggi dan Patuan Nagari yang keduanya adalah putra Raja
Sisingamangaraja. Juga para prajurit, hulubalang dan panglima, termasuk
panglima-panglima Aceh. Perang Aceh dan dan perang Batak bersamaan
waktunya, hubungan Aceh dan Batak sangat harmonis sehingga Sultan
Aceh mengirimkan beberapa panglima perangnya untuk diperbantukan
dalam perang Batak.