Page 48 - MODUL APRESIASI PROSA Berbasis kearifan Lokal Batak Toba
P. 48

yang  masih  kecil  tidak  ikut  rombongan  dan  tinggal  di  Sibongkare  di
      bawah  perlindungan  Ompu  Halto.  Maka,  saat  Ompu  Halto  mendapat
      siksaan dari pasukan Marsose di hari pertama mereka melihatnya. Pada
      malam harinya, mereka dilarikan ke Tombak Pak-Pak Babo hutan premier
      di hulu Aek Ardoman agar jauh dari jangkauan musuh.

              Sementara  itu,  Kapt.  Christoffel  memerintahkan  untuk  tidak
      membunuh  Ompu  Halto,  namun  penyiksaan  harus  terus  dilanjutkan
      sampai ada pengakuan di mana lokasi Sisingamangaraja berada. Di hari
      kedua,  ia  disiksa  oleh  algojo  dari  Ambon.  Karena  tetap  tidak  mau
      mengaku juga, siksaan dilanjutkan pada hari ketiga dan keempat.

              Penyiksaan pada hari keempat ini lebih kejam dan sadis. Karena
      alat-alat  penyiksaan  sudah  habis,  maka  Ompu  Halto  diseret  di  tengah
      halaman. Dua buah andalu ditancapkan. Kedua tangannya direntangkan
      dan  diikat  di  andalu.  Dan  penyiksaan  tiada  tara  itu  pun  berlangsung.
      Seluruh rakyat, tua-muda dan anak-anak menyaksikan penyiksaan yang
      belum pernah mereka lihat sebelumnya, termasuk juga kedua istri Ompu
      Halto. Sedangkan pasukan Marsose mengadakan penyisiran ke seluruh
      pelosok Sibongkare, Lobu Sierge dan kemudian ke Lobu Toruan. Namun
      mereka tidak mendapat satu bukti pun yang dapat menyeret Ompu Halto.
      Akhirnya menjelang sundut mataniari sebuah andalu dicabut dan ..........
      andalu  dipukulkan ke punggung Ompu Halto dengan kekuatan penuh,
      hingga  ia  terhuyung-huyung  dan  ambruk  tergeletak  di  tanah  dalam
      keadaan  pingsan  seperti  tidak  ada  lagi  tanda-tanda  kehidupan.  Raga
      Ompu Halto kemudian dibuang ke jurang yang tidak terlalu dalam, jurang
      parlambuhan tak jauh dari tempat penyiksaan. Seluruh rakyat meratapi
      kepergiannya  dengan  tangis  dan  kesedihan  yang  tak  terkira,  terlebih
      kedua  istrinya  yang  merasa  sangat  kehilangan.  Mereka  mengutuk  atas
      penyiksaan sadis itu, sebuah kebiadaban yang belum pernah terbayang
   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53