Page 22 - PC MARET 2021
P. 22

Cernak


            Persaudaraan



            yang Unik                                      Oleh : Alky Ardhana







                     amaku  Bilal  Permana,  aku  biasa      “Sebentar lagi, Nak,” jawab ayah sambil
                     dipanggil  Bilal.  Aku  lahir  di   tersenyum.  “Sabar,  ya.”  Sambung  ayah
            NPemalang, karena ibuku asli orang          mencoba menenangkanku yang sudah mulai
            Pemalang. Sedangkan ayahku kelahiran kota   lelah dalam perjalanan.
            Perwira, julukan untuk kota Purbalingga.         Selama  perjalanan  aku  menikmati
                 Saat  libur  sekolah  aku  sering  main  ke   pemandangan. Banyak tebing di sisi kiri dan
            Purbalingga, karena nenekku tinggal di sana.   kananku,  aku  juga  bisa  melihat  Gunung
            Dan  aku  pun  mempunyai  saudara  di  sana,   Slamet  dari  jarak  dekat.  Menyenangkan
            namanya Refan. Dia seumuran denganku.       rasanya.
                 Saat  libur  sekolah  telah  tiba,  aku  pun   Setelah  perjalanan  yang  cukup  lama,
            berkunjung ke rumah nenek bersama ayah.     akhirnya kami sampai di rumah nenek. Aku
            Ibu  dan  adikku  tidak  ikut,  karena  adikku   langsung turun dari motor dan menghampiri
            selalu rewel saat perjalanan. Perjalanan kami   nenek,  paman,  bibi,  dan  Refan  untuk
            cukup  jauh,  pasti  sangat  melelahkan  untuk   bersalaman dengan mereka.
            ibu dan adikku.                                  “Pripun  kabare,  dik  Refan?”  tanyaku
                 Perjalanan kami membutuhkan waktu 3    pada Refan
            jam untuk sampai di rumah nenek. Maklum          “Alhamdulillah  sehat  mamas  Bilal.”
            kami naik motor, karena kami dari keluarga   Jawab Refan
            yang sederhana.                                  “Ayuh  dolanan,”  ajak  Refan  sambil
                 Saat  dalam  perjalanan,  kami  berhenti   menarik tanganku.
            sejenak di pom bensin, untuk mengisi bensin      “Sekedap, tak gantos rasukan rumiyin,”
            dan sekadar beristirahat sejenak.           jawabku sopan.
                 “Kita  istirahat  sebentar  ya,  Nak.       Bahasa  kami  memang  berbeda.  Refan
            Sekalian  ayah  mau  mengisi  bensin.”  Ucap   khas  dengan  bahasa  ngapaknya  dan  aku
            ayah kepadaku.                              dengan  bahasa  Jawa  halus.  Tapi  itu  tidak
                 “Iya,  Yah.  Aku  juga  sudah  capek.”   masalah.  Kami  saling  paham  karena  sering
            Jawabku sambil mengangguk pelan.            berkomunikasi  lewat  HP.  Perbedaan  tidak
                 Kami  sengaja  duduk  di  halaman  mini   akan membuat diri kita berbeda.
            market. Di sana kami bisa terhindar dari terik   “Mamas Bilal nang kana si dolanan apa?”
            matahari.                                   Tanya Refan lagi tidak sabaran.
                 “Kapan  kita  akan  sampai,  Yah?”          “Nggeh sami mawon,” jawabku.
            Tanyaku penasaran. Aku rasa sudah jauh kita      “Mengko sore dolanan maring sawah ya,
            mengendarai  motor,  tetapi  tidak  kunjung   deleng  wong  urek-urek.”  ajak  Refan
            sampai.                                     bersemangat.

             22
   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27