Page 106 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2020
P. 106
OMNIBUS LAW RUU CIPTA KERJA DISAHKAN, INI PASAL-PASAL YANG JADI
SOROTAN
Omnibus law RUU Cipta Kerja telah resmi disahkan di rapat paripurna DPR kemarin. Namun, ada
sejumlah pasal yang menjadi sorotan. Kesepakatan soal RUU ini diambil dalam rapat paripurna
yang digelar di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Turut hadir dalam rapat
Menko Perekonomian Airlanga Hartarto, Menaker Ida Fauziyah, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar,
Menkeu Sri Mulyani, Mendagri Tito Karnavian, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil, dan Menkum HAM
Yasonna Laoly.
Ada 7 UU yang dikeluarkan dari pembahasan RUU Cipta Kerja, utamanya UU tentang pendidikan,
serta 4 UU yang dimasukkan dalam pembahasan. Ada pula perubahan mengenai jumlah bab dan
pasal dalam RUU Cipta Kerja.
Usai Airlangga menyampaikan pendapat mewakili pemerintah, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin
meminta persetujuan anggota Dewan yang hadir untuk pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi
UU. Pertanyaan itu mendapat persetujuan dari anggota DPR di ruang rapat.
"Perlu kami sampaikan berdasarkan yang telah kita simak bersama. Sekali lagi saya memohon
persetujuan di forum rapat paripurna ini, bisa disepakati?" tanya Azis.
"Setuju," jawab anggota Dewan yang hadir.
Baca juga:
DPR Reses Usai Sahkan UU Cipta Kerja, Sidang Lagi 8 November
Kendati demikian, terdapat sejumlah pasal yang terus disorot. Berikut ini beberapa pasalnya:
1. Pasal Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Salah satu pasal UU Ciptaker merevisi UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(PPLH), termasuk pasal sakti penjerat pembakar hutan.
Berdasarkan draf RUU Cipta Kerja yang dikutip detikcom, Senin (5/10/2020), salah satu pasal
yang direvisi adalah Pasal 88 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dikenal
dengan Pasal Pertanggungjawaban Mutlak.
Pasal 88 berbunyi:
Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3,
menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius
terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu
pembuktian unsur kesalahan.
Dalam draf RUU Cipta Kerja, Pasal itu diubah menjadi:
Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3,
menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius
terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi dari usaha
dan/atau kegiatannya.
Sebagaimana diketahui, Pasal 88 UU PPLH itu digunakan pemerintah untuk menjerat para
perusak dan pembakar hutan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) saat ini
sedikitnya mengantongi putusan dengan nilai ganti rugi hingga Rp 18 triliun dari
pembakar/perusak hutan. Meski belum seluruhnya dieksekusi, namun putusan pengadilan ini
memberikan harapan bagi penegakan hukum lingkungan.
105