Page 277 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2020
P. 277

sebagai  pimpinan  rapat  sempat  menawarkan  agar  pandangan  fraksi  tak  perlu  dibacakan.
              Alasannya, laporan pembahasan RUU dan sikap setiap fraksi sudah dibacakan Ketua Panitia Kerja
              (Panja) RUU Cipta Kerja dari Fraksi Partai Gerindra Supratman Andi Agtas.

              Baru  setelah  diprotes  sejumlah  anggota  DPR,  paripurna  memberi  kesempatan  setiap  fraksi
              membacakan sikap dan catatan akhir mereka terhadap RUU Cipta Kerja.

              Situasi memanas

              Ketika  setiap  fraksi  sudah  membacakan  pendapatnya,  ketergesa-gesaan,  terutama  dari  Azis
              sebagai pemimpin rapat, kembali terlihat. Saat anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Benny
              K Harman, masih berkeinginan menyampaikan penolakan fraksinya atas RUU, Azis menolaknya.

              Suasana rapat sempat memanas. Terjadi perdebatan antara Benny dan Azis. Namun, Azis tetap
              berkukuh  menolak  permintaan  interupsi  dari  Benny.  Benny  pun  geram  dan  menyampaikan
              bahwa fraksinya walk out (keluar) dari rapat paripurna. "Kami tidak bertanggung jawab atas
              putusan yang diambil di rapat paripurna ini," kata Benny.

              Selanjutnya, pengesahan berjalan mulus hingga rapat paripurna usai pukul 18.00.

              Pertanyaan  pun  timbul  dari  ketergesa-gesaan  mayoritas  fraksi  di  DPR  tersebut.  Apakah
              percepatan  untuk  menghindari  demo  buruh?  Buruh  sejak  3  Oktober  lalu  sudah  berencana
              berunjuk rasa besar-besaran jika RUU Cipta Kerja dipaksakan disahkan. Mereka juga mengancam
              mogok nasional.
              Wakil  Ketua  Baleg  DPR  dari  Fraksi  Partai  Persatuan  Pembangunan  (PPP)  Achmad  Bai-dowi
              membantahnya. "Tidak ada itu. Itu ghotak-ghatik-ghatuk (dihubung-hubungkan). Tadi di Bamus
              sudah  disepakati  untuk  dibawa  ke  paripurna  karena  penyebaran  Covid-19  di  DPR  yang  kian
              masif. Laju Co-vid-19 di DPR bertambah. Sekarang ada empat anggota DPR yang positif dan
              beberapa staf juga terpapar," ujarnya.

              Baidowi  juga  membantah  tudingan  pembahasan  RUU  Cipta  Kerja  terburu-buru.  Semuanya
              dianggap  sesuai prosedur.  Sesuai kesepakatan dan  tata  tertib  DPR, pembahasan  RUU  harus
              tuntas dibahas DPR dalam tiga kali masa sidang. "Kalau tidak, RUU itu bahkan dapat di-drop.
              Atau,  bisa  juga  RUU  itu  dilanjutkan  pembahasannya  oleh  alat  kelengkapan  dewan  lainnya,"
              katanya.

              RUU Cipta Kerja diserahkan ke DPR oleh pemerintah pada Februari lalu. RUU lantas mulai dibahas
              sejak 20 April. Dengan demikian, pembahasan hingga pengesahan RUU memakan waktu hampir
              enam  bulan.  Hal  ini  terbilang  cepat  jika  dibandingkan  dengan  banyak  RUU  lain  yang
              pembahasannya bisa makan waktu bertahun-tahun.

              Abaikan suara publik
              Terlebih, kecepatan pembentuk UU menyelesaikan RUU Cipta Kerja dilakukan di tengah kritik
              dan protes publik atas RUU itu. Sebab, RUU Cipta Kerja dinilai tidak hanya berisikan pasal-pasal
              bermasalah karena nilai-nilai konstitusi (UUD 1945) dan Pancasila dilanggar bersamaan, tetapi
              juga dinilai cacat dalam prosedur pembentukan.

              Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan, aspirasi
              publik  kian  tak  didengar.  Bahkan,  dalam  pembahasan  RUU  Cipta  Kerja  itu  terus  dilakukan
              pembatasan seakan tidak lagi mau mendengar apa yang menjadi dampak bagi hak-hak dasar
              warga.

              Bersama sekitar 40 akademisi lainnya dari sejumlah daerah di Tanah Air, Feri menandatangani
              petisi menolak pengesahan RUU Cipta Kerja.

                                                           276
   272   273   274   275   276   277   278   279   280   281   282