Page 291 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2020
P. 291
lapangan kerja akan pindah ke negara lain yang lebih kompetitif. Kedua, daya saing pencari kerja
relatif rendah dibanding negara lain. Ketiga, penduduk yang tidak bekerja akan semakin tinggi.
Dan keempat, Indonesia terjebak dalam middle income trap.
Sebagai informasi, jumlah angkatan kerja Indonesia menurut data terbaru Badan Pusat Statistik
(BPS) per Februari 2020, tercatat 137,91 juta orang. Dari jumlah itu, yang terserap lapangan
kerja 131,01 juta orang. Sementara 6,88 juta lainnya masih menganggur. Dari jumlah yang
bekerja pun, 39,44 juta di antaranya merupakan pekerja paruh waktu dan setengah
menganggur. Artinya, jumlah pengangguran dan angkatan kerja yang bukan pekerja penuh,
seluruhnya mencapai 46,32 juta.
Kondisi pandemi Covid-19 membuat masalah ketenagakerjaan makin kompleks, karena total ada
3,06 juta pekerja yang terdampak. Dari jumlah pekerja yang terdampak pandemi, 1,44 juta di
antaranya berstatus terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) atau dirumahkan. Biaya investasi
di Indonesia pun terbilang mahal dan kurang kompetitif dibandingkan negara tetangga. Hal ini
didasarkan pada Incremental Capital Output Ratio (ICOR), yakni perbandingan atau rasio antara
tambahan investasi yang dibutuhkan, untuk menghasilkan setiap satu unit output.
ICOR Indonesia pada 2019 sebesar 6,77 persen, lebih buruk dari 2018 yang di posisi 6,44 persen.
Sementara negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam punya ICOR di posisi
ideal yakni 3 persen. Selain ICOR yang tidak kompetitif, regulasi Indonesia juga terbilang rumit
sehingga menjadi penghambat investasi. Hal ini terjadi di tingkat pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. Dua hal tersebut menjadi penghambat investasi yang bersifat padat modal.
Sedangkan investasi yang bersifat padat karya, lebih terkendala lagi oleh masalah
ketenagakerjaan.
Salah satunya karena besarnya standar upah minimum Indonesia dibandingkan negara lain,
serta mahalnya biaya pesangon jika terjadi PHK. Secara rata-rata, upah minimum di Indonesia
ada di kisaran 170 dolar Amerika Serikat (AS), lebih mahal daripada Vietnam yang di kisaran 150
dolar AS per bulan. Bahkan, rata-rata upah minimum di India dan Bangladesh, masing-masing
di kisaran 100 dolar AS per bulan.
Demikian juga dengan jumlah pesangon yang dibayarkan, secara rerata di Indonesia mencapai
52 minggu. Jauh lebih mahal daripada negara pembandingnya seperti Thailand (32 minggu),
Vietnam (25 minggu), Filipina (23 minggu) dan Malaysia (17 minggu). Pada saat yang sama,
mahalnya biaya tenaga kerja tidak diimbangi kemampuan tenaga kerja untuk mengadopsi
teknologi dalam proses produksi di perusahaan. Padahal, ini menjadi tren global dengan
berkembangnya otomatisasi dan industri 4.0, termasuk kelak pasca pandemi.
Untuk itu, RUU Cipta Kerja sebagai sebuah terobosan regulasi, diharapkan dapat mengurai
masalah ketenagakerjaan yang makin kompleks dan mempermudah investasi. Setiap investasi
diharapkan bisa membuka lapangan kerja baru, sehingga bisa menyerap angkatan kerja yang
ada. Apa yang disuarakan pemerintah melalui Kementerian Koordinator Perekonomian itu
disambut baik DPR. RUU Cipta Kerja segera disahkan melalui Rapat Paripurna DPR. Organisasi
pekerja dan organisasi pengusaha pun bersuara mengenai ini. Berikut wawancaranya.
290