Page 457 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2020
P. 457
Hal senada disampaikan anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Ledia Hanifa. "Saya
cek sama yang hadir, enggak dibagi. Logikanya harusnya demikian (dibagi)," kata Ledia melalui
pesan singkat.
Benny dan Ledia senada mengatakan salinan RUU seharusnya dibagikan kepada anggota Dewan
yang hadir. Menurut Benny, ketentuan itu juga diatur dalam Undang-undang MD3 dan Tata
Tertib DPR. "Makanya kami perjuangkan ditunda dulu," kata Benny.
Peneliti Bidang Parlemen dan Perundang-undangan Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas
Andalas, Charles Simabura, mengatakan draf RUU seharusnya dibagikan dan disampaikan secara
terbuka kepada publik. Tanpa transparansi, kata dia, bisa jadi naskah yang disahkan berbeda
dengan yang akan disampaikan kepada presiden nantinya.
Charles merujuk Pasal 50 ayat (4) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan. Pasal itu mengatur bahwa untuk keperluan pembahasan RUU
di DPR, menteri atau pimpinan lembaga pemrakarsa memperbanyak naskah RUU tersebut dalam
jumlah yang diperlukan.
"Ini membuktikan semakin nyata penyimpangan formal penyusunan UU. Padahal pembahasan
dan persetujuan bersama harus terbuka, artinya publik harus tahu pasal apa yang disepakati,"
kata Charles ketika dihubungi, Senin, 5 Oktober 2020.
Menurut Charles, tiadanya draf RUU yang terbuka berpotensi membuka peluang adanya
penyelundupan pasal. Ia mengingatkan adanya pasal tentang tembakau dalam Rancangan
Undang-undang Kebudayaan pada 2015 lalu.
RUU itu dinilai berisi pasal selundupan yang mempromosikan kretek secara terang-terangan.
Tempo menghubungi Sekretaris Jenderal Indra Iskandar untuk menanyakan salinan RUU Cipta
Kerja yang disahkan hari ini, tetapi belum direspons. Namun siang tadi, pimpinan Badan Legislasi
membagikan salinan RUU Cipta Kerja dalam bentuk soft copy .
BUDIARTI UTAMI PUTRI .
456