Page 490 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2020
P. 490
WhatsApp kepada IDN Times . Dikutip dari IDN Times , Herdiansyah mengatakan bahwa
dengan berlakunya UU Cipta Kerja, maka terdapat beberapa masalah mendasar, terkait materi
muatan pasal-pasal dalam RUU tersebut, antara lain:
1. Sentralistik serasa gaya Orde Baru. Terdapat hampir 400an pasal yang memberikan
kewenangan kepada Presiden untuk menerbitkan Peraturan Presiden.
2. Anti lingkungan hidup. Terdapat pasal-pasal yang mengabaikan semangat perlindungan
lingkungan hidup, terutama terhadap pelaksanaan pendekatan berbasis risiko serta semakin
terbatasnya partisipasi masyarakat.
3. Liberalisasi Pertanian. Tidak akan ada lagi perlindungan petani ataupun sumber daya
domestik, semakin terbukanya komoditi pertanian impor, serta hapusnya perlindungan lahan-
lahan pertanian produktif.
4. Abai terhadap Hak Asasi Manusia. Pasal-pasal tertentu mengedepankan prinsip semata-mata
keuntungan bagi pelaku bisnis, sehingga abai terhadap nilai-nilai hak asasi manusia, terutama
perlindungan dan pemenuhan hak pekerja, hak pekerja perempuan, hak warga dan lain lain.
5. Mengabaikan prosedur pembentukan UU. Metode 'omnibus law' tidak diatur dalam UU No.12
Tahun 2011 jo UU No. 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
"Bagaimana mungkin sebuah UU dapat dibentuk tidak sesuai prosedur. Terlebih lagi, semua
proses pembentukan hukum ini dilakukan di masa pandemi, sehingga sangat membatasi upaya
memberi aspirasi untuk mencegah pelanggaran hak-hak asasi manusia," ujarnya.
"Mempertimbangkan permasalahan mendasar tersebut dan serta menyimak potensi dampak
kerusakan yang akan ditimbulkannya secara sosial-ekonomi maka kami tegas menolak
disahkannya RUU Cipta Kerja (Omnibus Law)," katanya lagi.
Dikutip dari SINDONews.com, para akademisi yang menandatangani penolakan terhadap
pengesahan RUU Cipta Kerja, yaitu, Prof. Muhammad Fauzan (FH Unsoed), Prof. Susi Dwi
Harijanti (FH Unpad), Beni Kurnia Illahi (FH Universitas Bengkulu), Hendriko Arizal (FH
Universitas Bung Hatta), Herlambang P. Wiratraman (FH Universitas Airlangga), Satria Unggul
W.P (FH Universitas Muhammadiyah Surabaya), Mohammad Isa Gautama (FIS Universitas Negeri
Padang), Herdiansyah Hamzah (FH Universitas Mulawarman), Haris Retno (FH Universitas
Mulawarman), Sri Murlianti (Fisip Universitas Mulawarman).
Kemudian, M.H.R. Tampubolon (FH. Universitas Tadulako), Maradona (FH Universitas Airlangga),
Fajri M. Muhammadin (FH Universitas Gadjah Mada), HS Tisnanta (FH Universitas Lampung),
Heru Susetyo (FH Univ Indonesia), Khairani Arifin (FH Universitas Syiah Kuala), Tanius Sebastian
(FH Universitas Parahyangan), Wendra Yunaldi (FH UMSB), Nano Susanto (Sekdes Desa Mata
Air), Alif Raimulan (Fisip Universitas Mulawarman), Charles Simabura (FH Universitas Adalas).
Selanjutnya, Jafar (alumni fisip Unmul), Adi Rahman (Fisip Universitas Mulawarman), Jupri (FH
Universitas Ichsan Gorontalo), Safarni Husain (FH Universitas Mulawarman), Amelia Rizky
Yunianty (FISIP, Universitas Mulawarman), Wiwik Harjanti (FH Universitas Mulawarman), Sonny
Sudiar (FISIP Universitas Mulawarman), Hania Rahma (FEB UI), Tommy Sumakul ( FH Unsrat
Manado), Hariadi Kartodihardjo (Institut Pertanian Bogor), Abdil Mughis Mudhoffir (Sosiologi
Universitas Negeri Jakarta), Dian Noeswantari (Pusham Ubaya Surabaya), Andri G. Wibisana (FH
Universitas Indonesia), Saiful Mahdi (FMIPA Universitas Syiah Kuala), Fachrizal Afandi (FH
Universitas Brawijaya), Devi Rahayu (FH UTM Bangkalan), Hariadi Kartodihardjo (Institut
Pertanian Bogor), Abdil Mughis Mudhoffir (Sosiologi Universitas Negeri Jakarta), Dian
Noeswantari (Pusham Ubaya Surabaya) dan Joeni A. Kurniawan (FH Universitas Airlangga)..
489