Page 564 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 6 OKTOBER 2020
P. 564
Pelaku usaha juga mendapatkan jaminan perlindungan hukum yang cukup kuat dengan
penerapan ultimum remedium yang berkaitan dengan sanksi. Di mana pelanggaran
administrasi hanya dikenakan sanksi administrasi, sedangkan pelanggaran yang menimbulkan
akibat K3L (Keselamatan, Keselamatan, Keamanan, dan Lingkungan) dikenakan sanksi pidana.
Poin-Poin yang Ditolak Buruh Pertama, RUU Cipta Kerja menghapus upah minimum
kota/kabupaten (UMK) bersyarat dan upah minimum sektoral kota/kabupaten ( UMSK ).
Sedangkan KSPI menilai UMK tidak perlu diberikan syarat karena nilai UMK yang ditetapkan di
setiap kota/kabupaten berbeda-beda.
Seharusnya, kata buruh, penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan UMSK
dilakukan di tingkat nasional.
Kedua, pemangkasan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan, di mana 19 bulan
dibayar pengusaha dan enam bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.
Ketiga, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang menyatakan tidak ada batas waktu kontrak
atau kontrak seumur hidup.
Keempat, karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup, yang menurut KSPI bakal menjadi
masalah serius bagi buruh. Sebab masih belum jelas nantinya siapa pihak yang akan membayar
Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk karyawan kontrak dan outsourcing.
Kelima, jam kerja yang eksploitatif atau tanpa batas jelas dinilai merugikan fisik dan waktu para
buruh .
Keenam, penghilangan hak cuti dan hak upah atas cuti. Protes ini juga disampaikan oleh Komisi
Nasional (Komnas) Perempuan yang menyebut salah satu pasal di klaster ketenagakerjaan
menyebutkan secara jelas bahwa perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk membayar upah
buruh perempuan yang mengambil cuti haid secara penuh Ketujuh, terancam hilangnya
jaminan pensiun dan kesehatan karena adanya kontrak seumur hidup.
Omnibus Law DPR RUU Cipta Kerja2020 (c) PT Dynamo Media Network Version 1.1.289.
563

