Page 81 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 FEBRUARI 2021
P. 81
IURAN PROGRAM JKP 0,46%
JAKARTA, - Pemerintah merilis Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang program
Jaminan Pekerjaan (JKP) yang menyebutkan iuran sebesar 0,46% dari upah perbulan
pekerja/buruh. Total iuran itu bersumber dari iuran pemerintah sebesar 0,22%, rekomposisi
iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) 0,14%, dan rekomposisi iuran Jaminan Kematian (JKM)
sebesar 0,10%.
Dalam hal ini, batas atas upah pekerja/buruh untuk pertama kali ditetapkan sebesar Rp 5 juta.
Nilai upah sebulan dihitung berdasarkan upah pokok dan tunjangan tetap. Nilai atas besaran
upah dan besaran persentase iuran mesti disesuaikan setiap dua tahun, dengan
mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional dan perhitungan kecukupan kewajiban aktuaria.
Adapun seperti yang telah diwacanakan sebelumnya, sumber pendanaan JKP berasal dari
sejumlah lini. Diantaranya modal awal pemerintah, rekomposisi iuran program jaminan sosial,
dan/atau dana operasional BPJS Ketenagakerjaan. Belum dijelaskan secara rinci, ketentuan lebih
lanjut akan diatur kementerian bidang keuangan.
RPP yang dirilis pada Kamis 4 Februari 2021 itu pun tegas menyebutkan bahwa pengusaha wajib
mengikutsertakan pekerja/buruh sebagai peserta dalam program JKP. Program JKP
diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat pekerja/buruh
kehilangan pekerjaan.
Namun demikian, sederet kritik atas RPP itu layak dilayangkan karena jika ditelaah lebih lanjut,
kecil peluang bagi pekerja/buruh bisa mendapatkan manfaat dari program JKP.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai, kriteria bagi peserta cukup panjang
dan relatif kurang sesuai dengan kondisi pekerja saat ini.
"Semangat JKP itu bagus, mempertahankan daya beli untuk pekerja hidup layak. Tapi janganlah
dengan persyaratan yang susah, pelatihan juga harus sesuai kebutuhan industri. Jadi semua
berlandaskan asas keadilan, semangat bagus tapi realisasinya perlu sejalan," kata dia kepada
Investor Daily, Minggu (7/2).
Kriteria umum peserta berdasarkan RPP JKP diantaranya adalah warga negara Indonesia (WNI),
belum mencapai 54 tahun saat mendaftar, dan mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha.
Selain itu, peserta juga harus memenuhi sejumlah kriteria lain sesuai jenis usaha tempat bekerja.
Bagi peserta yang bekerja di jenis usaha besar dan usaha menengah, mesti lebih dulu ikut
program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua
(JHT), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kematian (JKM). Sedangkan pekerja/buruh yang
bekerja di usaha kecil dan mikro, harus lebih dulu ikut sekurang-kurangnya pada program JKN,
JKK, JHT, dan JKM.
Beleid mengungkapkan, manfaat JKP diberikan kepada peserta yang mengalami pemutusan
hubungan kerja (PHK), baik hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu
maupun perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Selain itu, turut ditekankan penerima manfaat
JKP harus bersedia untuk bekerja kembali, baik sebagai penerima upah atau wirausaha.
Manfaat JKP dapat diajukan setelah peserta memiliki masa iuran paling sedikit 12 bulan dalam
24 bulan kepesertaan, dan telah membayar iuran paling singkat 6 bulan sebelum di PHK. Di sisi
lain, manfaat JKP dikecualikan bagi peserta dengan alasan seperti mengundurkan diri, cacat total
tetap, pensiun, atau meninggal dunia.
Permasalahan pertama, kata Timboel, PKWT di Indonesia jarang yang mendapatkan kontrak
langsung selama 24 bulan. Hal itu berpotensi pekerja dengan kontrak kurang dari 24 bulan tidak
80