Page 52 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 24 MEI 2021
P. 52
Presiden KSPI Said Iqbal mengutip pernyataan Sekretaris Jenderal Kemnaker Anwar Sanusi
terkait hasil pemeriksaan pengawas ketenagakerjaan, bahwa perusahaan telah membayar THR
2020 sebesar satu kali upah kepada semua buruh. Ketentuan itu mengacu pada memo
perusahaan yang mempertimbangkan dampak pandemi covid-19.
Menurut temuan Kemnaker, hal tersebut tidak sesuai dengan peraturan perusahaan sebelumnya
yang mengatur besaran THR berdasarkan masa kerja. Untuk buruh dengan masa kerja kurang
dari tiga tahun diberikan satu kali upah, masa kerja di atas tiga tahun tetapi kurang dari tujuh
tahun dibayarkan 1,5 kali upah, dan masa kerja di atas tujuh tahun dibayarkan dua kali upah.
Sementara itu, ada banyak buruh memiliki masa kerja di atas tujuh tahun, sehingga seharusnya
mereka mendapatkan THR sebesar dua kali upah berdasarkan aturan perusahaan. Namun,
mereka hanya mendapatkan THR satu bulan upah karena pandemi covid-19.
Oleh karena itu, kata Said Iqbal, telah terjadi pelanggaran yang serius oleh menajemen PT
Indomarco Prismatama yang dalam membayar THR tidak sesuai dengan isi peraturan
perusahaan. Di mana seharusnya, pekerja yang memiliki masa kerja sampai dengan tiga tahun
mendapat THR 1 bulan upah, masa kerja 3 - 7 dibayar 1,5 bulan upah, dan 7 tahun ke atas
dibayar 2 bulan upah.
"Serikat buruh berpendapat, manajemen dalam membayar THR 2020 tidak sesuai peratuan
perusahaan yang sudah terdaftar di Dinas Tenaga Kerja dan aturan perundangan-undangan
seperti UU No 13 Tahun 2003 dan PP No 78 Tahun 2015," kata Said Iqbal dalam keterangan
persnya, Minggu (23/5/2021).
Kedudukan Peraturan Perusahaan sebagaimana Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah setara
dan sama nilainya dengan undang-undang. Peraturan perusahaan mengikat terhadap
pekerjanya. Dengan demikian THR bagi pekerja Indomarco yang punya masa kerja 7 tahun ke
atas yang dibayarkan 50% dari nilai peraturan telah melanggar hukum, patut diduga ada unsur
pelanggaran perdata serta pidana (penggelapan upah buruh dalam bentuk THR)..
“Tidak membayar THR sesuai dengan isi peraturan perusahaan, seharusnya didahului dengan
perundingan untuk mendapatkan kesepakatan dengan pihak pekerja atau serikat pekerja yang
mewakili buruh. Bukan membayar secara sepihak THR sebesar 50% dari peraturan perusahaan
tersebut,” ujarnya.
“Alih-alih perusahaan tunduk pada undang-undang ketenagakerjaan, malah buruh yang
menuntut pebayaran THR sesuai peraturan perusahaan dikriminalisasi. Dalam hal ini, Anwar
Bessy alian Ambon dianggap melakukan tindak pidana.”
Padahal seharunya, lanjut Said Iqbal, kerusakan yang ditimbulkan (kurang lebih 20 Cm gypsum
yang rusak akibat tindakan spontan Anwar Bessy yang marah karena perusahaan melanggar isi
peraturan perusahaan), dilakukan perdamaian dan cukup mengganti kerugian. Tidak membawa
ke ranah pidana yang mengancam Anwar Bessy dengan hukuman penjara.
Sikap Said Iqbal ini senada dengan pernyataan Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti
yang meminta agar perseteruan antara PT Indomarco Prismatama (Indomaret) dengan
karyawannya terkait THR tidak dibawa ke ranah pidana, tetapi cukup dilakukan ganti rugi.
Apalagi, perkiraan Said Iqbal, gypsum yang rusak itu nilainya hanya di kisaran 50 ribu. Tidak
sebanding dengan kekayaan pemilik Indomaret Group yang merupakan orang terkaya keenam
di Indonesia versi Forbes 2019. Bahkan ada informasi, dinding Gypsum tersebut saat ini sudah
tidak lagi digunakan.
Sebagai bentuk dukungan terhadap FSPMI, KSPI akan membawa kriminalisasi Anwar Bessy ke
Sidang ILO di Jeneva pada bulan Juni 2021 karena adanya dugaan pelanggaran Konvensi ILO
No 87 tentang Kebebasan Berserikat dan No 98 tentang Hak Berunding. KSPI sebagai anggota
51