Page 34 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 28 SEPTEMBER 2020
P. 34

jika  tuntutan  mereka  tidak  dipenuhi.  Adanya  penolakan  dari  buruh  dan  ketidakmampuan
              pembentuk  undang-undang  mengakomodasi  tuntutan  mereka  menguatkan  pengabaian
              terhadap tahapan-tahapan pembentukan peraturan per-undang-undangan yang baik.

              Pembahasan kluster ketena-gakerjaan yang merupakan kluster terakhir dari 11 kluster di RUU
              Cipta Kerja dikebut sejak Jumat (25/9/2020) hingga Minggu (27/9). Khusus pembahasan pada
              Sabtu dan Minggu dilakukan Badan Legislasi DPR dan pemerintah di luar Gedung DPR, persisnya
              di dua hotel berbintang di Tangerang, Banten. Rapat di hari libur dan digelar di luar Gedung DPR
              membuat publik kesulitan mengakses rapat itu.

              Wakil Ketua Baleg DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Achmad Baidowi berdalih,
              pembahasan terpaksa di luar Gedung DPR karena ada pemadaman listrik selama dua hari di
              Gedung DPR.

              Ia pun menampik adanya target waktu tertentu dalam pembahasan RUU Cipta Kerja dengan
              dikebutnya pembahasan tersebut. "Dalam pembahasan dua hari ini pun, kami belum masuk ke
              dalam substansi yang pokok," katanya.

              Sebelum  kluster  ketenaga-kerjaan  mulai  dibahas,  tujuh  fraksi  menginginkan  agar  kluster
              ketenagakerjaan dikaji ulang secara mendalam atau kalau bisa dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja.
              Namun,  pada  pembahasan  hari  Sabtu,  tinggal  dua  fraksi  yang  tetap  meminta  kluster
              ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU, yakni Nasdem dan Demokrat. Meski demikian, perwakilan
              kedua fraksi tetap turut dalam pembahasan.

              Anggota  Baleg  DPR  dari  Fraksi  Nasdem,  Taufik  B  asari,  menilai,  materi  dalam  kluster
              ketenagakerjaan  lebih  tepat  dimasukkan  dalam  UU  Ketenagakerjaan.  Oleh  karena  itu,  ia
              mendorong revisi UU No 13 /2003 tentang Ketenagakerjaan untuk memasukkan poin-poin soal
              ketenagakerjaan yang ada di RUU Cipta Kerja.

              Buruh menolak
              Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said lqbal mengatakan, pihaknya bersama
              Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nuwa-wea dan 32
              federasi lain tetap bersikukuh menuntut agar kluster ketenagakerjaan dikeluarkan dari RUU Cipta
              Kerja.
              Selain itu, serikat pekerja menuntut tidak ada pasal-pasal di dalam UU Ketenagakerjaan yang
              diubah atau dikurangi.

              "Bila ada permasalahan perburuhan yang belum diatur dalam UU No 13/2003, terutama dalam
              rangka  meningkatkan investasi  dan  menghadapi revolusi  industri  4.0,  mari  kita dialog  untuk
              dimasukkan dalam ornrti-bus law (RUU Cipta Kerja). Namun, tidak boleh sedikit pun mengubah
              apalagi mengurangi isi UU No 13/2003," katanya.

              Jika  dalam  beberapa  hari  mendatang  pembahasan  RUU  Cipta  Kerja  tak  mengakomodasi
              kepentingan  buruh  tersebut,  pihaknya  mengancam  akan  berunjuk  rasa  setiap  hari  di  depan
              Gedung DPR, bahkan berencana mogok nasional.

              Yang dikhawatirkan buruh dari RUU itu antara lain penghilangan upah minimum kabupaten/kota,
              pemutusan hubungan kerja dipermudah, hak upah atas cuti hilang, cuti haid hilang, karyawan
              kontrak atau alih daya seumur hidup, dan nilai pesangon dikurangi.

              Tahapan diabaikan

              Pengajar hukum dan ilmu perundang-undangan Universitas Negeri Jember, Bayu Dwi Anggono,
              melihat ada empat tahapan pembentukan peraturan yang diabaikan dalam pembahasan RUU

                                                           33
   29   30   31   32   33   34   35   36   37   38   39