Page 18 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 23 OKTOBER 2020
P. 18
Peserta Informal
Berdasarkan data BP Jamsostek, per September 2020 terdapat 50,4 juta peserta. Jumlah itu
relatif menurun dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebanyak 53,1 juta peserta. Dari
jumlah itu, hanya sekitar 57% yang merupakan peserta aktif. Penurunan tersebut merupakan
implikasi gelombang pemberhentian hubungan kerja (PHK) akibat pandemi Covid-19.
"Keanggotaan BP Jamsostek sekitar 51 juta, namun patut dicatat, sayangnya yang aktif sekitar
57%. Ada 42-43% peserta yang tidak aktif. Ada keterbatasan jangkauan BP Jamsostek dan
keterbatasan pada sisi masukan pendanaan. Ini menjadi catatan penting," kata Anggota DJSN,
Paulus Agung Pambudhi.
Menurut Agung, jumlah kepesertaan saat ini masih jauh dari target yang seharusnya bisa dilayani
BP Jamsostek. Sebab, terdapat segmen pelayanan yang belum disisir BP Jamsostek secara
mendalam, yaitu segmen peserta informal dan usaha mikro. Padahal, segmen itulah yang
sejatinya paling membutuhkan program-program jaminan sosial ketenagakerjaan, seperti
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT). Jaminan Pensiun QP), hingga bantuan
dari pemerintah, seperti BSU.
"Para pekerja di perusahaan besar biasanya sudah memiliki layanan tersebut. Segmen itu
pasarnya masih besar dan yang banyak itu yang benar-benar membutuhkan. Setidaknya
terdapat lebih dari 70 juta pekerja informal," tutur Agung.
Menanggapi hal tersebut, Sumarjono mengemukakan, jumlah kepesertaan menjadi pekerjaan
rumah (PR) tersendiri bagi BP Jamsostek. Apalagi yang terkait dengan segmen kepesertaan para
pekerja informal atau segmen pekerja bukan penerima upah.
"Kepesertaan informal hanya sekitar 2% atau 2,45 juta peserta. Ini memang PR besar kami.
Seharusnya mereka bisa sadar bahwa ini (layanan BP Jamsostek) adalah hal yang baik untuk
mereka. Tapi di sisi lain, mereka tidak mampu membayar iuran," kata dia.
Karena itu, menurut Sumarjono, pihaknya menempuh sejumlah cara untuk terus merambah
sektor tersebut, di antaranya melalui pendekatan agen perisai, yakni agen asuransi yang
menyusup pada komunitas-komunitas. Selanjutnya, para agen itulah yang mengoordinir para
pekerja formal untuk ikut menjadi peserta BPJamsostek.
Dia mengemukakan, BP Jamsostek turut meramu strategi bagi segmen pekerja informal yang
memiliki kendala ketidakmampuan membayar iuran. Tapi hal itu dilakukan lewat bantuan dari
para pengusaha yang telah sukses, yakni lewat program peduli perlindungan pekerja rentan.
Bantuan itulah, kata Sumarjono, yang kelak dibayarkan sebagai iuran para pekerja informal
kurang atau tidak mampu membayarkan iuran sendiri.
"Dengan begitu, para pekerja prasejahtera dan tidak mampu diharapkan bisa terbantu.
Persentasenya masih sangat kecil. Sebelum pandemi sebetulnya sudah ada progres, tapi
kemudian ada Covid-19 dan beberapa program tidak beijalan," ucap dia.
Klaim JHT Meningkat
Sumarjono menjelaskan, kebutuhan yang tidak terduga di masa depan langsung tergambar pada
klaim yang masuk ke BP Jamsostek. Ketika pandemi Covid-19 merebak, klaim program JHT terus
melonjak dan menjadi yang tertinggi. Hal itu sejalan dengan dana kelolaan JHT yang mencapai
sekitar Rp 350 triliun. "Klaim JHT meningkat karena tingginya PHK akibat pandemi," tutur dia.
Sumarjono menambahkan, sampai September 2020, klaim JHT melonjak 44% secara bulanan
(month to month/mtm) atau 270 ribu kasus dibandingkan periode sebelumnya. Sedangkan
17