Page 364 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 8 OKTOBER 2020
P. 364
Pro dan kontra terkait pengesahan RUU ini masih terus tumbuh. Beragam penolakan, mulai dari
media sosial hingga unjuk rasa di sebagian wilayah dilakukan.
Merangkum berbagai pemberitaan Kompas.com , berikut ini pro kontra dari keputusan
pengesahan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja : Melansir Kompas.com ,
Senin (5/10/2020), para pengusaha menyambut baik pengesahan UU Cipta Kerja ini.
"Kalangan dunia usaha menyambut baik dan memberikan apresiasi kepada pemerintah dan DPR
yang telah menyepakati pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU," kata Wakil Ketua Umum
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaya Kamdani.
Menurut dia, UU Cipta Kerja dapat menjawab permasalahan di dunia usaha, terutama terkait
aturan yang tumpang tindih dalam perizinan.
Dengan demikian, dapat meningkatkan investasi yang berujung pada penciptaan lapangan kerja.
Sementara itu, ekonom Bahana Sekuritas, Putera Satria Sambijantoro meyakini, pengesahan
omnibus law RUU Cipta Kerja tidak akan diikuti oleh Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang
meluas.
Menurut dia, dalam UU yang baru disahkan ini, perlidungan untuk pekerja tetap utuh.
Satria juga menilai bahwa omnibus law UU Cipta Kerja dapat menyederhanakan persyaratan
yang berlapis dan bertentangan, antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah karena
adanya pengambilan keputusan ekonomi yang lebih terpusat.
Aturan ini disebutnya mampu menghilangkan ketidakpastian investasi yang akan membantu
menarik investasi asing langsung dan mendorong pertumbuhan PDB jangka panjang.
Di sisi lain, Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai bahwa
omnibus law RUU Cipta Kerja memiliki kecacatan, baik secara formil maupun materiil.
Ketua Pukat UGM Oce Madril menyebut bahwa proses pembentukan RUU Cipta Kerja ini
berlangsung sangat cepat, tertutup, dan minim partisipasi publik.
"RUU Cipta Kerja bermasalah baik secara proses, metode, maupun substansinya," kata Oce.
Secara substansi, RUU Cipta Kerja ini mengarah pada sentralisasi kekuasaan yang rentan
terhadap potensi korupsi.
Menurut Oce, dalam RUU Cipta Kerja, terdapat potensi penyalahgunaan wewenang pada
ketentuan diskresi.
Sebab, RUU ini menghapus persyaratan "tidak bertentangan dengan UU" yang sebelumnya ada
dalam UU Administrasi Pemerintah.
Amnesty International Indonesia menilai bahwa UU Cipta Kerja yang baru disahkan DPR sangat
tidak progresif.
Sebaliknya, banyak ketentuan dalam UU tersebut yang melanggar prinsip non-retrogesi sehingga
membawa kemunduran dalam hal pemenuhan hak-hak masyarakat.
Amnesty menyoroti sejumlah ketentuan yang dinilai bermasalah dalam UU tersebut, mulai dari
terkait perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) hingga klaster lingkungan.
Atas persoalan-persoalan itu, Amnesty International meminta pemerintah dan DPR untuk dapat
merevisi UU Cipta Kerja dan membenahi ketentuan-ketentuan yang bermasalah tersebut.
363

