Page 365 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 8 OKTOBER 2020
P. 365
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) memberikan sejumlah catatan soal UU Cipta Kerja,
yaitu terkait perlindungan hutan.
Menurut Manager Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Walhi Wahyu Perdana, UU
Cipta Kerja mengancam keberlangsungan hutan karena menghapus batas minimum kawasan
hutan dan daerah aliran sungai (DAS).
Kemudian, ancaman kedua adalah dalam konteks kejahatan korporasi.
Sementara, Ketua Desk Politik Walhi Khalisa Khalid mengatakan bahwa pihaknya menyesalkan
pengesahan RUU ini karena mengabaikan suara publik yang menolak.
"Keselamatan rakyat dan agenda penyelamatan lingkungan hidup akan semakin menemui
tantangan yang lebih berat. Karena sejak awal aturan ini memang menjadi karpet merah untuk
kemudhaan investasi, khususnya industri ekstraktif," kata dia.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartarti
mengkritisi ketentuan tentang pembentukan lembaga pengelola investasi yang diatur dalam UU
Cipta Kerja.
"Kemudahan investasi itu memang dibutuhkan, tapi tidak perlu sampai menjadi lembaga yang
superbody seperti yang ada di dalam UU ini," kata Enny.
Menurut Enny, UU Cipta Kerja memberikan kewenangan yang begitu besar kepada Lembaga
Pengelola Investasi.
Padahal, kewenangan yang besar ini berpotensi dapat memunculkan penyalahgunaan
wewenang.
Pihak Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menilai bahwa proses legislasi UU
Cipta Kerja menjadi contoh praktik buruk yang dilakukan oleh pemerintah dan DPR.
Menurut Direktur Advokasi dan Jaringan PSHK Fajri Nusryamsi, proses pembahasan UU Cipta
Kerja sejak awal mengabaikan ruang demokrasi dan dilakukan secara tergesa-gesa.
Ada tiga alasan yang mendasari pernyataan itu. Pertama, RUU Cipta Kerja dibahas pada masa
reses dan di luar jam kerja. Kemudian, draf UU dan risalah rapat diak pernah disampaikan ke
publik.
Terahir, tidak ada mekanisme pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak ( voting )
dalam rapat paripurna pengesahan RUU Cipta Kerja.
(Sumber: Kompas.com/Yohanna Artha Uly, Fikri Nurul Ulya, Fitria Chusna Farisa, Irfan Kamil,
Dian Erika Nugraheny, Tsania Maharani|Editor: Yoga Sukmana, Bambang P. Jatmiko, Ayunda
Pininta Kasih, Krisiandi, Icha Rastika).
364

