Page 19 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 24 FEBRUARI 2021
P. 19
Pakar ekonomi keuangan Roy Sembel mengatakan, setidaknya ada lima hal yang menjadi faktor
pendukung mengapa unrealized loss BPJS TK tidak bisa disamakan dengan kasus Jiwasraya
Pertama, berbeda dalam konteks yakni BPJS TK dalam posisi untung, sedangkan Jiwasraya
sedang merugi.
Kedua, berbeda persyaratan pemilihan manajer investasi, yakni ketat versus longgar. Ketiga,
berbeda alokasi aset strategis, dimana porsi saham di BPJS TK tidak terlalu besar hanya 17%.
Sedangkan di Jiwasraya cenderung besar untuk menutup kerugian perusahaan.
Lalu keempat, berbeda alokasi taktis portofolio saham dimana BPJS TK menaruh 98% dananya
di saham LQ-45 yang unrealized loss-nya mengikuti kondisi naik dan turunnya pasar atau masih
inline. Sedangkan unrealized loss Jiwasraya karena berisi saham-saham gorengan, yang naik
turunnya sangat volatile. Kelima, ada isu unrealized loss versus realized loss.
"Dua kasus itu memang banyak perbedaan riilnya. Jadi, tidak bisa disamakan. Kita harus lihat
konteks secara luas tentang investasi ini supaya ke depannya berjalan cukup bagus. Bukan hanya
untuk kasus ini, tapi juga untuk hal lainnya secara umum," kata Roy dalam diskusi bertajuk
"Pengelolaan Investasi dan Potensi Unrealized Loss pada Lembaga Milik Negara, Apakah Pasti
Menjadi Kerugian Negara?" yang berlangsung secara virtual, Selasa (23/2).
Belakangan ini, pemberitaan tentang kasus pengelolaan keuangan dan dana investasi di BPJS
TK ramai diperbincangkan. Masalah utamanya adalah dugaan tindak pidana atas penurunan nilai
investasi BPJS TK. Untuk itu, Roy menegaskan bahwa ke depannya ada beberapa isu yang harus
dipecahkan. Misalnya, bukan hanya terkait good corporate governance (GCG), tapi juga good
marketgovernance (GMG),good regulatory governance (GRG), dan good investment governance
(GIG). Lalu, perlu juga dilihat isu strategi alokasi investasinya baik jangka pendek, menengah,
dan panjang.
Kemudian, isu kerugian negara maupun kerugian akibat komersial. Banyak kejadian berulang-
ulang yang membingungkan. Ini harus segera diselesaikan di level paling atas. Efisiensi
keuangan juga perlu diperbaiki karena cost of capital-nya besar, meski suku bunga perbankan
turun. "Ada isu yang harus dipecahkan supaya ke depannya tidak saling menyalahkan dan tidak
ada kasus-kasus seperti ini secara mencolok," tegas Roy.
Pada kesempatan yang sama, pengamat hukum pasar modal Indra Safitri mengatakan, kerugian
investasi adalah salah satu risiko pasar yang akan dihadapi oleh investor. Namun, jika berbicara
unrealized loss, hal itu terkait kerugian secara buku, bukan faktual. "Sehingga harus dibuktikan
dulu secara hukum apakah ada perbuatan melawan hukum yang menjadi sebab kerugian
investasi dengan menggunakan pranata hukum pasar modal," ucapnya.
Dia pun menilai, jika potensi kerugian atau kerugian yang belum dibukukan, masuk ranah
merugikan negara, maka pasal ini akan menakutkan bagi semua pihak yang mengurus investasi.
Padahal, jika rugi akibat risiko bisnis semata, tentu tidak masuk ranah pidana. Untung dan rugi
biasa dalam bisnis. Apalagi, saham naik dan saham turun juga hal yang jamak di pasar modal.
Menurut data, Agustus-September 2020, BPJS TK mengalami unrealized loss hingga mencapai
Rp 43 triliun. Lalu, pada akhir Desember 2020, angkanya turun menjadi Rp 22,31 triliun dan
pada posisi Januari 2021 unrealized loss tinggal Rp 14,42 triliun. Artinya, dapat dipastikan potensi
kerugian bisa naik dan bisa turun, tergantung harga saham di pasar modal yang menjadi
portofolio BPJS TK.
Di lain sisi, kontribusi pendapatan termasuk dari saham dan reksa dana yang menjadi pilihan
investasi BPJS TK menghasilkan angka yang relatif besar. Berdasarkan data yang dihimpun, hasil
investasi bruto selama lima tahun terakhir (2016-2020) sebesar Rp 137,2 triliun dan Rp 33 triliun
(reksa dana dan saham).
18