Page 87 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 24 FEBRUARI 2021
P. 87
di awal-awal pandemi COVID-19, Maret 2020 lalu, harga saham berguguran. Namun, ketika
mulai membaik dan banjir likuiditas maka harga saham kembali terbang," ujar Eko.
Melihat hal tersebut, ia menyayangkan jika penyidikan oleh Kejaksaan Agung RI hanya karena
atas laporan masyarakat. Hal itu bisa kontra produktif bagi pengembangan pasar modal.
Pasalnya, salah satu dampak itu akan menebar "ketakutan" tidak hanya bagi BPJS TK sendiri,
tapi ke lembaga lain, terutama kepada direksi yang mengurus investasi. Bagi profesional,
jangankan jadi tersangka, diperiksa saja, sudah "panas dingin".
Dampak serius lainnya, pasar modal menjadi sepi, karena berinvestasi di pasar saham
menakutkan, penuh risiko ancaman dikriminalisasi. Direksi juga akan "main" aman di instrumen
deposito, yang sudah tentu imbal hasilnya kecil, yang tidak menarik bagi peserta BPJS-TK.
Semua akan main aman, dan pasar modal jadi tak bergairah.
"Semoga kasus yang membelit BPJS-TK ini tidak bergerak liar, merembet ke instasi lain yang
mengurus investasi. Kasus Jiwasraya dan Asabri tidak dijadikan preseden bagi semua, harus
dilihat kasus per kasus. Tidak bisa disamakan, meski dari luar sama, harus dilihat proses, dan
saham-saham yang dikoleksi BPJS-TK kelas LQ45, tidak ada saham gorengan. Harus dibedakan
kerugian karena risko bisnis dan korupsi, dan dalam hal ini BPJS-TK karena risiko bisnis yang
berlum direalisasi. Masih punya peluang reborn," ujar Eko.
(E-3).
86