Page 86 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 24 FEBRUARI 2021
P. 86

atas penurunan nilai investasi (unrealized loss) BPJS-TK berbeda dengan kasus Jiwasraya dan
              Asabri karena jika dilihat dari portofolio BPJS-TK berisi saham-saham LQ45, di mana unrealized
              lossnya  mengikuti  kondisi  naik  dan  turunnya  pasar  alias  masih  "inline".  Sementara  kalau
              Jiwasraya  unrealized  loss  karena  berisi  saham-saham  gorengan  yang  naik  turunnya  sangat
              volatile.



              PAKAR: KASUS INVESTASI BPJS TK BERBEDA DENGAN JIWASRAYA DAN ASABRI

              JAKARTA - Pakar ekonomi dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) Roy Sembel menilai bahwa
              kasus  dugaan  korupsi  pengelolaan  keuangan  dan  dana  investasi  di  Badan  Penyelenggara
              Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan (BPJS-TK) yang tengah ramai diperbincangkan, tidak
              bisa disamakan dengan kasus Jiwasraya dan Asabri.

              Menurut Roy, dugaan tindak pidana atas penurunan nilai investasi (unrealized loss) BPJS-TK
              berbeda dengan kasus Jiwasraya dan Asabri karena jika dilihat dari portofolio BPJS-TK berisi
              saham-saham LQ45, di mana unrealized lossnya mengikuti kondisi naik dan turunnya pasar alias
              masih "inline". Sementara kalau Jiwasraya unrealized loss karena berisi saham-saham gorengan
              yang naik turunnya sangat volatile.

              "Selain  itu,  prosentase  aset  allocation-nya  BPJS  Ketenagakerjaan  dibandingkan  dengan
              Jiwasraya jauh berbeda. Portofolio yang terdiri dari saham di BPJS Ketenagakerjaan jauh lebih
              kecil dibandingkan porsi portfolio saham Jiwasraya," ujar Roy dalam diskusi Infobanktalknews
              bertajuk 'Pengelolaan Investasi dan Potensi Unrealized Loss pada Lembaga Milik Negara, Apakah
              Pasti Menjadi Kerugian Negara?,' di Jakarta, Selasa (23/2/2021).

              Sementara itu, pengamat hukum pasar modal Indra Safitri mengatakan kerugian investasi adalah
              salah satu risiko pasar yang akan dihadapi oleh investor. Namun jika berbicara unrealized loss,
              adalah kerugian secara buku bukan faktual.
              "Sehingga harus dibuktikan dulu secara hukum apakah ada perbuatan melawan hukum yang
              menjadi  sebab  kerugian  investasi  dengan  menggunakan  pranata  hukum  pasar  modal,"  ujar
              Indra.

              Ia  menuturkan  jika  potensi  kerugian  atau  kerugian  yang  belum  dibukukan,  masuk  ranah
              merugikan  negara,  pasal  ini  akan  menakutkan  bagi  semua  pihak  yang  mengurus  investasi.
              Padahal, jika rugi akibat risiko bisnis semata, tentu tidak masuk ranah pidana. Untung dan rugi
              biasa dalam bisnis. Saham naik dan saham turun juga hal yang jamak di pasar modal.

              Pada  Agustus-September  2020,  BPJS-TK  mengalami  unrealized  loss  hingga  mencapai  Rp43
              triliun. Lalu, pada akhir Desember 2020 angkanya turun menjadi Rp22,31 triliun, dan pada posisi
              Januari 2021 unrealized loss tinggal Rp14,42 triliun. Artinya, dapat dipastikan potensi kerugian
              bisa naik dan bisa turun, tergantung harga saham di pasar modal yang menjadi portofolio BPJS-
              TK Di lain sisi, kontribusi pendapatan termasuk dari saham dan reksa dana yang menjadi pilihan
              investasi BPJS-TK menghasilkan angka yang relatif besar. Berdasarkan data yang dihimpun, hasil
              investasi bruto selama lima tahun terakhir 2016-2020 sebesar Rp137,2 triliun dan Rp33 triliun
              (reksa dana dan saham).

              Chairman Infobank Institute Eko B. Supriyanto menambahkan tentu unrealized loss BPJS-TK itu
              tidak ada artinya jika melihat hasil investasi bruto BPJS-TK dari saham dan reksa dana itu. Bahwa
              ada unrealized loss, itu benar, tergantung pasar saham ke mana geraknya, naik atau turun.

              "Lazimnya pasar saham, ada kalanya naik, ada kalanya turun. Jika kondisi baik, ekonomi baik,
              kemungkinan harga saham juga bergairah. Sebaliknya, kalau ekonomi sedang terpuruk, seperti


                                                           85
   81   82   83   84   85   86   87   88   89   90   91