Page 94 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 24 FEBRUARI 2021
P. 94
Kendati demikian, berbagai ekonom menilai kasus yang membuat terjadinya penurunan nilai
investasi ( unrealized loss ) sebesar Rp 43 triliun pada BPJS Ketenagakerjaan berbeda dengan
kasus Jiwasraya .
Pakar Ekonomi Keuangan Roy Sembel mengatakan, dari sisi strategi alokasi aset kedua institusi
berpelat merah tersebut berbeda. BPJS Ketenagakerjaan hanya menempatkan 17 persen
investasinya pada saham.
Dari saham-saham yang menjadi portofolio investasi itu, 98 persen ditempatkan pada saham-
saham yang masuk indeks LQ45. Emiten yang masuk dalam indeks tersebut adalah perusahaan
yang sudah terverifikasi dan memiliki fundamental bagus.
"Sementara Jiwasraya itu alokasi asetnya sebagian besar di saham-saham gorengan," ujar Roy
dalam webinar Infobank, Selasa (23/2/2021).
Diketahui, Jiwasraya mencatatkan 22,4 persen dari total aset ditempatkan pada saham
bervaluasi rendah (undervalue) dan hanya 5 persen di saham LQ45. Lalu 59,1 persen
diinvestasikan pada reksa dana saham yang dikelola oleh manajer investasi berkinerja buruk.
Roy mengatakan, kondisi yang dialami keduanya saat berinvestasi pun sangat berbeda.
BPJS Ketenagakerjaan berinvestasi di tengah kondisi kinerja keuangan yang baik sehingga
pemilihan aset dilakukan relatif ketat.
Lain halnya dengan Jiwasraya yang berinvestasi di tengah kondisi keuangan defisit sehingga
terdesak untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi. Alhasil perusahaan pun menaruh dananya
di saham-saham yang berisiko tinggi, atau istilahnya high risk high return .
"Beda konteksnya, yang satu lagi untung dan satu lagi rugi. Sehingga persyaratan investasi di
BPJS Ketenagakerjaan pun relatif ketat, berbeda dengan Jiwasraya yang lebih longgar karena
terdesak saat itu," jelas dia.
Terkait dengan unrealized loss yang dialami BPJS Ketenagakerjaan, lanjut Roy, hal itu terjadi
dipengaruhi kondisi pasar modal yang memang cenderung mengalami penurunan sepanjang
tahun lalu, seiring dengan adanya tekanan pandemi Covid-19.
Menurutnya, kerugian investasi merupakan salah satu risiko pasar yang akan selalu dihadapi
oleh investor. Oleh sebab itu, apa yang dialami BPJS Ketenagakerjaan dinilai hal yang wajar,
mengingat investasinya pun dilakukan pada saham perusahaan yang berkinerja baik.
"Naik turunnya market dalam periode-periode terkahir harusnya hal yang wajar, karena kalau
lihat dari konteks besarnya investasi hingga strategi aset alokasi, itu tercerminkan tidak ada hal-
hal yang aneh. Kalau pun ada kerugiannya, unrealized loss, itu memang karena marketnya
bergejolak," pungkasnya.
93