Page 29 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 27 NOVEMBER 2020
P. 29
Duta Besar RI untuk Malaysia Hermono hari Kamis (26/11/2020), menegaskan, Pemerintah
Indonesia akan memberikan pendampingan hukum pada MH untuk mendapatkan keadilan.
Pemerintah tak ingin kasus Adelina Sau, pekerja asal Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa
Tenggara Timur, yang tewas karena disiksa majikannya di Penang, Malaysia, Februari 2018,
terulang pada MH. Majikan yang menganiaya Adelina bebas di pengadilan tingkat pertama.
Menurut informasi yang diterima Kedutaan Besar RI Kuala Lumpur, MH disiksa karena dinilai
tidak cakap dalam bekerja. "Ini di luar batas-batas kemanusiaan. Saya sangat marah melihat
ada orang Indonesia diperlakukan dengan biadab," kata Hermono.
Berdasarkan foto dan informasi dari Polis Diraja Malaysia, kondisi tubuh MH sangat ringkih karena
asupan makanan yang sangat kurang. Sekujur tubuhnya juga penuh luka, baik luka sayatan
benda tajam, luka bekas siraman air panas, maupun pukulan benda tumpul di beberapa bagian
tubuhnya. "Untuk jalan ke toilet sendiri, dia tidak bisa," ujar Hermono.
Kabar penganiayaan MH terungkap berkat informasi lembaga swadaya masyarakat Tena-ganita
di Malaysia. Bekerja sama dengan kepolisian setempat, KBRI Kuala Lumpur menyelamatkan MH
dari rumah majikannya, Selasa (24/11). MH kini dirawat di sebuah rumah sakit, sedangkan sang
majikan ditahan pihak berwenang.
Hermono mengatakan, MH adalah pekerja migran resmi yang sudah dapat pembekalan dari
perusahaan pengerah jasa tenaga kerja Indonesia yang membawanya ke Malaysia. MH juga
punya sertifikasi kompetensi sebagai pekerja domestik.
Pemerintah Indonesia mengecam keras berulangnya kasus penyiksaan pekerja migran
Indonesia, terutama di sektor domestik, oleh majikan di Malaysia. Terakhir adalah kasus Adelina.
Dalam kasus itu, hingga kini majikan Adelina belum mendapat ganjaran hukum atas
perbuatannya.
Perlindungan minim
Kekerasan dan penganiayaan yang terus berulang pada pekerja migran, khususnya pekerja
domestik asal Indonesia, menurut Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo, terjadi karena
ada pandangan di sebagian warga Malaysia bahwa pekerja rumah tangga asal Indonesia sebagai
warga kelas dua dalam kelas pekerja di Malaysia.
Selain itu, lanjut Wahyu, perlindungan hukum terhadap para pekerja domestik juga masih minim
Ini karena Nota Kesepahaman Perekrutan dan Penempatan Tenaga Kerja Domestik Indonesia
yang ditandatangani tahun 2006 sudah habis masa berlakunya tahun 2016. "Hingga kini tidak
ada pembaruan. Ini bukti keterlambatan di kedua pihak. Pemerintah Indonesia juga tidak serius
mengupayakan pembaruan itu," tutur Wahyu.
Pemerintah Malaysia membuka peluang masuknya pekerja domestik asal Indonesia dengan
sistem perekrutan maid online system. Menurut Wahyu, sistem itu membuat Pemerintah
Malaysia dapat merekrut pekerja migran Indonesia dengan memangkas rantai birokrasi yang
panjang dan berbiaya tinggi. "Tetapi, potensi terjadinya perdagangan manusia karena tak ada
kontrol dari negara sangat besar," kata Wahyu.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan, Pemerintah Indonesia telah
menyampaikan counter draft untuk memperbarui nota kesepahaman itu, Oktober lalu.
Pemerintah Indonesia menunggu tanggapan Pemerintah Malaysia.
Faizasyah mengakui, maid online system, yang dibuat direktorat keimigrasian Malaysia,
membuat perlindungan pekerja migran Indonesia tidak optimal. "Perlu kesepahaman dua negara
untuk menjamin proses migrasi yang aman bagi pekerja migran Indonesia," kata Faizasyah.
(MHD)
28