Page 222 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 8 MARET 2021
P. 222

"Saya mau mengaitkan peran Pengawas Ketenagakerjaan dan Mediator Hubungan Industrial
              dengan persyaratan mendapatkan JKP," ujar Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI)
              Timboel Siregar di Jakarta, Jumat (5/3/2021).

              Pada Pasal 19 ayat (3) PP No. 37 Tahun 2021 menyebutkan manfaat JKP dapat diajukan setelah
              peserta memiliki masa iur paling sedikit 12 bulan dalam 24 bulan dan telah membayar iuran
              paling  singkat  6  bulan  berturut-turut  pada  BPJS  Ketenagakerjaan  sebelum  terjadi  PHK  atau
              pengakhiran hubungan kerja.

              Tentunya, menurut Timboel, syarat mendapatkan JKP yang dituliskan pada Pasal 19 ayat (3)
              akan  cukup  sult  dicapai  oleh  pekerja  yang  terPHK,  khususnya  bagi  pekerja  yang  berselisih
              dengan manajemen, dengan menempuh proses perselisihan PHK sesuai UU No. 2 Tahun 2004,
              yaitu dari proses bipartite, mediasi, PHI hingga MA.

              "Saya mau fokus tentang syarat telah membayar iuran paling singkat 6 bulan berturut-turut pada
              BPJS Ketenagakerjaan sebelum terjadi PHK atau pengakhiran hubungan kerja. Syarat ini akan
              menjadi kendala utama bagi pekerja untuk mendapatkan JKP karena proses perselisihan PHK
              tersebut. Kenapa?," tuturnya.

              Faktanya,  ketika  masih  dalam  proses  perselisihan  PHK,  pihak  pengusaha  sering  kali  tidak
              membayar  upah  pekerja  lagi  sehingga  iuran  jaminan  sosial  Kesehatan  (JKN)  dan
              ketenagakerjaan (JKK, JKm, JHT, JP dan JKP) menjadi tertunggak. Bila iuran jaminan sosial ini
              tertunggak maka mengacu pada Pasal 19 ayat (3) yaitu syarat telah membayar iuran paling
              singkat  6  bulan  berturut-turut  pada  BPJS  Ketenagakerjaan  sebelum  terjadi  PHK,  dipastikan
              pekerja tidak mendapatkan JKP.

              "Kelakuan  pengusaha  yang  tidak  membayar  upah  proses  ketika  sedang  terjadi  perselisihan
              terjadi karena lemahnya pengawasan ketenagakerjaan," tambahnya.

              Sehingga,  amanat  Pasal  157A  UU  Cipta  Kerja  (sebelumnya  di  Pasal  155  ayat  (2)  UU
              Ketenagakerjaan)  yang  memerintahkan  pengusaha  harus  tetap  membayarkan  upah  pekerja
              sebelum adanya putusan PHK yang berkekuatan hukum tetap, tidak bisa berjalan sebagaimana
              mestinya.

              "Pasal 157A adalah kepastian bagi pekerja untuk tetap mendapat upah dan terlindungi dalam
              jaminan sosial," tandas Timboel.





























                                                           221
   217   218   219   220   221   222   223   224   225   226   227