Page 123 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 26 NOVEMBER 2020
P. 123
Survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2020 menyingkap tabir Kartu Prakerja.
Sebanyak 66,47 persen penerima program ini statusnya masih 'bekerja', sementara penerima
dengan status 'pengangguran' hanya 22,24 persen dan sisanya, 11,29 persen, diisi Bukan
Angkatan Kerja (BAK).
Berdasarkan Perpres 76/2020, yang bisa jadi penerima Kartu Prakerja memang cukup luas. Pasal
3 Perpres 76/2020 mencatat dari mulai korban PHK, pencari kerja, pekerja/buruh yang masih
membutuhkan peningkatan kompetensi, mereka yang dirumahkan, pekerja bukan penerima
upah, hingga UMKM.
Namun, seperti yang dinyatakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto,
prioritas utama penerima program yang tujuannya untuk menanggulangi dampak COVID-19 ini
adalah pekerja yang dirumahkan dan yang terkena PHK.
Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) ini membantah dua survei sekaligus. Pertama, 'Survei
Penerima Manfaat Kartu Prakerja' Juni 2020 oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K) yang menyatakan sekitar 80,08 persen penerima manfaat merupakan
pengangguran. Kedua, survei yang dipaparkan Project Management Officer (PMO) Kartu
Prakerja, Rabu pada 14 Oktober, yang menyebut 87 persen penerima merupakan pengangguran.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan sekilas angka ini menunjukkan ada ketidaksesuaian dengan
persyaratan penerima Kartu Prakerja. Namun menurutnya hal ini bisa dimengerti. Dari penerima
Kartu Prakerja yang masih 'bekerja', sekitar 63 persennya berstatus pekerja penuh. Sisanya, 36
persen, merupakan pekerja tidak penuh atau bekerja di bawah 35 jam/minggu. Masih ada
banyak pekerja tak penuh yang menerima manfaat bisa dipahami karena menurutnya
pemasukan mereka berkurang seiring turunnya jam kerja selama pandemi.
"Pekerja tidak penuh tergolong pekerja paruh waktu atau setengah pengangguran. Income
mereka terbatas jadi bisa dimaklumi (mengakses Kartu Prakerja) meski statusnya bekerja," ucap
Suhariyanto dalam acara bertajuk Survei BPS Bicara Tentang Kartu Prakerja, Senin (23/11/2020).
Menanggapi temuan ini, Direktur Eksekutif PMO Prakerja Denni Purbasari secara tidak langsung
membenarkan temuan BPS, alih-alih survei internal mereka. Ia mengatakan perbedaan ini
disebabkan karena survei BPS mengacu pada definisi metodologis; sementara pertanyaan survei
PMO relatif lebih luas, yaitu 'bekerja' atau 'tidak'.
Survei PMO juga dilakukan secara daring. Ini mengakibatkan persepsi tiap orang tentang bekerja
atau tidak mungkin berbeda. Sementara survei BPS dilakukan langsung dengan menerjunkan
tim ke lapangan. Tim inilah yang dapat menjelaskan definisi secara pasti kepada responden
sehingga hasil lebih akurat.
"Saat kami bilang 88 persen penerima Kartu Prakerja tidak bekerja itu dalam persepsi mereka.
Pertanyaan kami lewat online . Pak Kecuk (Suhariyanto), tim BPS, datang dan bisa menjelaskan,"
ucap Denni dalam diskusi yang sama.
Salah Sasaran
Bagi Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal, survei BPS
ini tegas menyatakan satu hal: Kartu Prakerja salah sasaran. "Seharusnya diarahkan ke mereka
yang terkena PHK dan mereka yang mencari kerja," ucap Faisal kepada reporter Tirto, Selasa
(24/11/2020).
Seharusnya program ini bisa meminimalisasi dampak COVID-19 untuk para pekerja sebagaimana
juga disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat Komisi XI, Rabu 6 Mei lalu.
Ketika itu dia bilang Kartu Prakerja didesain sebagai bantuan sosial untuk mengantisipasi
lonjakan PHK akibat Corona.
122