Page 131 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 8 FEBRUARI 2021
P. 131
"Upah per jam dibayarkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh,"
demikian bunyi Pasal 16 (2) RPP Pengupahan, dikutip Jumat (5/2).
Kendati demikian, kesepakatan besaran upah per jam antara pengusaha dan pekerja tidak boleh
lebih rendah dari hasil perhitungan formula yang ditetapkan pemerintah.
Dalam hal ini, upah per jam diperoleh dari upah sebulan dibagi 126. Berdasarkan penjelasan
Pasal 16(4), angka 126 berasal dari hasil perkalian antara 29 jam 1 minggu dengan 52 minggu
(jumlah minggu dalam 1 tahun) kemudian dibagi 12 bulan.
"Angka penyebut dalam formula perhitungan Upah per jam dapat dilakukan peninjauan apabila
terjadi perubahan median jam kerja pekerja/buruh paruh waktu secara signifikan," terang Pasal
16(5) RPP Pengupahan.
Peninjauan angka penyebut itu dilakukan dan ditetapkan hasilnya oleh Menteri dengan
mempertimbangkan hasil kajian yang dilaksanakan oleh dewan pengupahan nasional.
Aturan mengenai upah per jam bisa dibilang hal baru. Pasalnya, dalam beleid pendahulunya, PP
Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, upah berdasarkan satuan waktu hanya ditetapkan
secara harian, mingguan, dan bulanan.
Pada akhir 2019 lalu, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah sempat melontarkan usulan upah
kerja dihitung per jam bagi pekerja dengan durasi waktu di bawah 35 jam per minggu.
"Jam kerja kita kan 40 jam seminggu. Di bawah 35 jam per minggu, maka ada fleksibilitas nanti
di bawah itu hitungannya per jam. (Upah bulanan) tetap ada, itu yang 40 jam per minggu," ujar
Ida di Kompleks Istana Kepresidenan Bogor, kala itu.
130

