Page 143 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN18 DESEMBER 2020
P. 143

Kendati  demikian,  ILO  menemukan  bahwa  stimulus  fiskal  telah  terkonsentrasi  di  negara
              berpenghasilan tinggi. Alasannya, negara berkembang memiliki kapasitas yang terbatas untuk
              membiayai stimulus fiskal yang besar.

              Sebagai negara yang berkembang, Indonesia telah mengalokasikan stimulus sebesar 4,2 persen
              terhadap PDB nya. Angka ini kecil jika dibandingkan negara G20 lainnya seperti seperti Jerman
              (24,8 persen), Amerika Serikat (13,6 persen) dan Tiongkok (6,2 persen), menurut data yang
              dipaparkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam kuliah umum pada 18 November 2020.

              Namun, Indonesia tidak sendiri dalam masalah ini. Laporan ILO menyebutkan bahwa terdapat
              disparitas  stimulus  fiskal  sebesar  USD982  miliar  antara  negara-negara  berpenghasilan  tinggi
              dengan negara-negara berkembang dan negara-negara berpenghasilan menengah-bawah.

              Menurut ILO, kesenjangan stimulus fiskal yang "sangat besar" ini lebih mengkhawatirkan lagi
              dengan adanya "defisit perlindungan sosial" di banyak negara berkembang. Terlebih, negara-
              negara berkembang dan berpenghasilan menengah bawah ini juga harus mengalokasi anggaran
              belanja negaranya untuk tujuan lain guna mengurangi dampak pandemi terhadap pasar tenaga
              kerja.

              "Sama halnya kita perlu melipatgandakan upaya kita untuk mengalahkan virus, kita perlu juga
              bertindak cepat dan tepat untuk untuk mengatasi dampak ekonomi, sosial dan pekerjaannya.
              [Upaya]  itu  termasuk  menopang  dukungan  untuk  pekerjaan,  bisnis  dan  pendapatan,"  kata
              Direktur Jenderal ILO Guy Ryder, dikutip dari siaran pers ILO.

              Namun,  besaran  stimulus  fiskal  suatu  negara  tidak  serta  merta  mengerem  kontraksi
              pertumbuhan  ekonomi.  Sebagai  negara  dengan  besaran  stimulus  terhadap  PDB  tertinggi  di
              antara  negara-negara  G20,  Jerman  diperkirakan  akan  mengalami  kontraksi  pertumbuhan
              sebesar  6  persen  atau  4  kali  lebih  besar  daripada  estimasi  kontraksi  pertumbuhan  ekonomi
              Indonesia, berdasarkan proyeksi International Monetary Fund (IMF) pada bulan Oktober 2020.

              Belum Tepat Sasaran? Selain stimulus, pemerintah juga meluncurkan program Kartu Prakerja
              pada 11 April 2020 sebagai program pelatihan dengan tujuan meningkatkan kompetensi dan
              daya saing pesertanya. Masih ada pula skema bantuan sosial (bansos) bagi para peserta Kartu
              Prakerja untuk mencegah penurunan kesejahteraan masyarakat terdampak pandemi COVID-19
              yang belum tercakup dalam skema bansos reguler.

              Studi  SMERU  Research  Institute  pada  Juli  2020  menemukan  bahwa  peserta  program  Kartu
              Prakerja yang sesuai dengan sasaran pelatihan juga terdampak pandemi COVID-19, sehingga
              sudah tepat dengan sasaran bansos. Namun, ditemukan pula peserta program yang tidak tepat
              untuk mengikuti pelatihan tetapi membutuhkan bansos karena terdampak pandemi COVID-19.

              Temuan  lainnya,  mayoritas  peserta  tidak  memilih  pelatihan  secara  saksama  karena  tidak
              mengetahui rencana kariernya. Keterbatasan kuota internet, tingkat literasi digital yang rendah
              dan berbagai kendala lainnya juga menghambat pemanfaatan pelatihan yang optimal.

              "Ambil pelatihan di Bukalapak. Saya nggak tahu, pokoknya lihat-lihat gitu aja, sih. Yang penting
              [video pelatihan] udah dilihat terus dimatiin karena kuotanya berat," ujar salah satu peserta
              program Kartu Prakerja yang diwawancarai oleh SMERU pada 4 Juni 2020.

              SMERU  mengusulkan,  perlu  adanya  panduan  bagi  para  peserta  program  untuk  menentukan
              rencana  kariernya  dan  memilih  kebutuhan  pelatihan  di  platform  digital  mitra  program  Kartu
              Prakerja. Lembaga itu juga menyarankan pemerintah untuk melakukan seleksi calon peserta
              untuk mengoptimalkan kemanfaatan program Kartu Prakerja.

              Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Agustus 2020 turut menyingkap tabir Kartu
              Prakerja. Sebanyak 66,47 persen penerima program ini statusnya masih 'bekerja', sementara
                                                           142
   138   139   140   141   142   143   144   145   146   147   148