Page 16 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN18 DESEMBER 2020
P. 16
menteri kesehatan dan kesejahteraan Taiwan itu mengaku tidak tahu masalahnya di mana. Yang
jelas, hasil tes Covid-19 di Indonesia kian tidak akurat.
Kantor Perwakilan CECC di Indonesia dan Kementerian Luar Negeri Taiwan sudah berkomunikasi
dengan otoritas di Indonesia terkait masalah tersebut. Taiwan meminta Indonesia meningkatkan
akurasi tesnya. Namun, belum ada tindak lanjut dari pemerintah Indonesia.
CECC bahkan menawarkan melakukan pendampingan untuk tes Covid-19 di Indonesia. "Tapi,
mereka (otoritas di Indonesia, Red) merasa sudah melakukan pekerjaan dengan baik. Belum ada
kata sepakat," terang Chen. Sampai Indonesia memperbaiki cara pengujiannya, Taiwan akan
terus menangguhkan masuknya PMI.
Ada sekitar 250 ribu pekerja migran Indonesia di Taiwan. Mayoritas bekerja sebagai pekerja
domestik atau pembantu rumah tangga. Untuk mengatasi masalah kekurangan tenaga kerja
migran, pemerintah Taiwan menawarkan subsidi pada penduduk yang mau memakai pekerja
lokal. Mereka juga bisa menggantinya dengan pekerja asal Vietnam, Filipina, ataupun Thailand.
Syaratnya hanya melakukan sertifikasi ulang pada usulan kontrak kerjanya.
Taiwan selama ini memang dikenal sebagai negara yang mampu menekan angka penularan
Covid-19. Dilansir Taiwan News, sejak virus SARS-CoV-2 kali pertama muncul, Taiwan telah
melakukan tes Covid-19 pada 116.235 penduduk dan sebanyak 114.168 negatif. Dari 742 kasus
positif di negara tersebut, sebanyak 650 adalah kasus impor atau berasal dari luar negeri. Hingga
kemarin, hanya 7 orang yang meninggal karena Covid-19. Sebanyak 611 pasien sudah sembuh
dan keluar dari rumah sakit. Hanya 124 pasien yang masih dirawat.
Sementara itu, keputusan Taiwan tersebut direspons cepat oleh Badan Pelindungan Pekerja
Migran Indonesia (BP2MI). Kepala BP2MI Benny Rhamdani mengaku telah memanggil
perwakilan Taiwan di Indonesia, Taipei Economic and Trade Office. "Kami mencoba
mengklarifikasi informasi tersebut. Mudah-mudahan ini bukan politis, tapi benar-benar medis,"
ujarnya kemarin (17/12).
Sebab, menurut Benny, belum diketahui secara pasti sumber penularan dari para PMI tersebut.
Apakah dari dalam negeri atau ketika berada di sana. Terlebih, sebelum keberang-katan, para
PMI wajib menjalani tes swab PCR guna memastikan kondisi mereka. "Itu diperiksa di bandara
sebelum keberangkatan dan saat mereka datang di sana," ungkapnya.
Benny menekankan, BP2MI mengeluarkan surat edaran (SE) mengenai kewajiban tes PCR itu
sejak 9 September. Jauh sebelum otoritas Taiwan mengeluarkan ketentuan untuk swab PCR. SE
itu pun telah disosialisasikan kepada perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI).
Karena itu, pihaknya membentuk tim khusus untuk mengusut masalah tersebut. "Kami
sampaikan ke pada Taiwan, kami tidak main-main. Indonesia serius menangani Covid-19 karena
keselamatan PMI adalah yang utama," tegasnya.
Meski begitu, Benny tak menutup kemungkinan ada kecurangan dari pemberangkatan. Karena
itu, tim juga akan mengusut tuntas potensi tersebut. Selain itu, SE mengenai kewajiban PCR
bakal direvisi. Dia akan menyertakan sanksi bagi P3MI yang tidak melaksanakan protokol
kesehatan, termasuk tes swab sebelum berangkat. BP2MI akan mengusulkan pencabutan surat
izin usaha perdagangan (SIUP) bagi yang melanggar.
Sementara itu, Direktur Pembinaan Penempatan dan Pelindungan Tenaga Kerja Luar Negeri
(PTKLN) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Eva Trisiana sangat menyayangkan
kebijakan Taiwan tersebut. Kendati begitu, pemerintah dapat memahaminya. Kemenaker telah
mengambil langkah-langkah sebagai tindak lanjut. Pertama, pihaknya telah berkomunikasi
dengan TETO. Kemudian, Kemenaker melakukan penelusuran atau investigasi terhadap P3MI
yang telah menempatkan PMI yang dinyatakan positif Covid-19 oleh otoritas Taiwan. "Investigasi
15