Page 127 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 OKTOBER 2020
P. 127
Selain itu, UU Ciptaker akan mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Dengan
pemangkasan prosedur birokrasi, diharapkan tidak ada lagi pungli. Kepada para kepala daerah,
Presiden juga menegaskan bahwa UU Ciptaker bukan untuk meresentralisasi kewenangan dari
daerah ke pusat. Pemda tetap memiliki kewenangan perizinan sesuai norma, standar prosedur,
dan kriteria yang ditetapkan pemerintah pusat.
Risiko Berbagai penjelasan dan penegasan yang dikemukakan Presiden, terutama untuk
merespons penyebaran hoaks seputar UU Ciptaker yang tidak benar dan bahkan kontraproduktif,
bagi kepentingan pembangunan.
Isu soal pemerintah yang mempermudah masuknya TKA, soal pesangon, soal pekerja kontrak,
jaMKerja yang terlalu eksploitatif dll ialah informasi bohong atau hoaks, yang dikhawatirkan
menimbulkan kesalahpahaman masyarakat. Tanpa terlebih dahulu membaca dengan detail 905
halaman UU Ciptaker, sebagian masyarakat menggelar unjuk rasa untuk menolak kehadiran
omnibus law .
Terlepas apakah unjuk rasa dilakukan karena masyarakat menilai isi pasal-pasal dalam omnibus
law benar kurang adil dan kurang berpihak kepada masyarakat miskin, diakui atau tidak, bahwa
demo yang marak di berbagai daerah sedikit-banyak memang dipengaruhi kabar bohong atau
hoaks yang beredar di media sosial.
Ketika masyarakat tidak menyaring informasi yang beredar di media sosial dan memercayai
begitu saja semua informasi yang mereka terima, tanpa mengrikitisinya, jangan heran jika yang
terjadi sebagian masyarakat akan termakan kabar bohong itu. Di tengah meningkatnya akses
informasi di era milenial seperti sekarang ini, pada saat yang sama memang banyak disinformasi
dan misinformasi yang diproduksi dan tersebar atau sengaja disebarluaskan (Paskin, 2018).
Banyak kajian membuktikan bahwa di tengah perkembangan digital journalism muncul peluang
baru, yakni masyarakat dengan mudah dapat memproduksi berita yang siap untuk dikonsumsi
dalam waktu yang relatif cepat. Dengan adanya pertumbuhan digital journalism ini, telah
meningkatkan jumlah penerbit nonprofesional sehingga batas-batas antara isi berita profesional
dan nonprofesional menjadi sulit dibedakan (Tandoc et al, 2018).
Ketika terjadi booming informasi, di satu sisi memang masyarakat tengah diberi tawaran sumber
berita yang banyak dan semakin beragam. Namun, di sisi lain, masyarakat juga dihadapkan pada
semakin sulitnya mendeteksi sumber berita mana yang kredibel. Oleh karena itu, persoalan
kredibilitas sumber berita atau informasi menjadi semakin penting untuk diperhatikan
masyarakat konsumen berita.
Masyarakat yang hanya mengandalkan Google, situs berita online, dan media sosial untuk
mendapatkan informasi, risiko masyarakat menjadi korban hoaks memang menjadi jauh lebih
besar.
Literasi kritis Untuk mencegah agar masyarakat tidak termakan informasi hoaks, salah satu kunci
penting yang menjadi prasyarat ialah dukungan literasi informasi kritis. Berbagai kajian telah
membuktikan bahwa perkembangan internet serta penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi yang meluas saat ini memunculkan jenis literasi baru (Coiro, Knobel, Lankshear,
& Leu, 2008).
Literasi baru itu memasukkan unsur digital, visual, dan format multimodal (Yoon & Sharif,
2015). Di era perkembangan internet dan booming informasi, yang terjadi kemudian, semakin
banyaknya paparan teks-teks dalam lingkungan digital. Mau tidak mau dibutuhkan sikap skeptis
dan kepekaan dalam mengkritisi teks-teks yang bersifat multimodal serta mengidentifikasi
ideologi yang disajikan dalam teks, mengevaluasi unsur kekuasaan dan ketidaksetaraan di dalam
teks (McLaughlin and De Voogd, 2004).
126