Page 29 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 OKTOBER 2020
P. 29

Keamanan akan terganggu jika tingkat kesejahteraan rendah dan, sebaliknya, kesejahteraan
              mustahil terwujud tanpa ada rasa aman. Pada konteks inilah negara hadir dengan apa yang oleh
              Michel  Foucault  (2007)  disebut  apparatuses  of  security,  semacam  instrumen  kebijakan  atau
              institusi  yang  dibangun  untuk  menjaga  stabilitas  keamanan,  bukan  saja  dalam  pengertian
              harfiahnya tetapi juga keamanan melalui ketersediaan berbagai kebutuhan pokok dan fasilitas
              publik.

              Dengan  konsepsi  dasar  tersebut  bisa  dipahami  kenapa  ide  negara  kesejahteraan  tidak  sulit
              diterima secara global. Kesejahteraan, yang mensyaratkan kemajuan dalam aspek ekonomi dan
              sosial,  dipandang  sebagai  core  business  berdirinya  sebuah  negara.  Terlepas  dari  berbagai
              perdebatan, kritik dan perbedaan implementasi konsep negara kesejahteraan; satu hal utama
              yang  menjadi  semacaMKesepakatan  global  bahwa  raison  dietre  sebuah  negara  adalah
              menyejahterakan warganya.

              Apakah  kemudian  kondisi  krisis,  seperti  yang  diakibatkan  pandemi  ini,  akan  betul-betul
              melahirkan sesuatu yang baik bagi sebuah negara? Menurut Amartya Sen, hal ini tentu saja akan
              sangat  bergantung  padahal  apa  saja  yang  kemudian  menjadi  prioritas  penanganan  dan
              bagaimana melakukannya. Amerika, negara "besar" yang terpuruk dalam penanganan pandemi
              ini karena lambat bereaksi dan Vietnam,negara 'kecil' yang sukses menekan dan mengendalikan
              persebaran  virus  karena  sigap  menghadapi  sejak  awal,  sama-sama  bisa  dijadikan  pelajaran
              penting. Lebih dari sekadar persoalan kecanggihan sistem, konsep kesejahteraan berpijak pada
              paradigma negara yang sungguh-sungguh memprioritaskan kepentingan warganya.

              Berkah yang Terselubung

              Sebuah  artikel  yang  ditulis  oleh  Shane  Preuss  yang  dimuat  di  The  Diplomat  (24April  2020)
              mengajukan pandangan bahwa sesungguhnya Indonesia akan bisa baik-baik saja menghadapi
              pandemi ini karena kuatnya resiliensi kolektif masyarakat. Hal ini terkait dengan kuatnya modal
              sosial masyarakat yang saling peduli dan bahu-membahu dalam menghadapi situasi krisis seperti
              sekarang. Di awal mulai merebaknya pandemi, yang berdampak sosial-ekonomi pada banyak
              pihak,  di  antaranya  sektor  informal  dan  buruh,  berbagai  gerakan  penggalangan  dana
              bermunculan dan diperuntukkan bagi warga yang kehilangan mata pencaharian.

              Pada artikel tersebut dikutip pula data dari The Legatum Prosperity Index yang menempatkan
              Indonesia pada peringkat kelima dunia sebagai negara dengan masyarakat yang memiliki modal
              sosial yang kuat. Selain itu juga, berdasar World Giving Index tahun 2018, Indonesia berada
              pada peringkat pertama dalam hal partisipasi publik dan sosial, dengan tingkat kedermawanan
              dan kesukarelawanan yang tertinggi di antara semua negara.

              Tentu saja ini adalah sebuah kabar baik dan bisa menawarkan satu harapan baik bahwa negara
              kita  akan  bisa  melalui  masa  sulit  ini  dengan  baik-baik  saja.  Satu  hal  yang  kemudian  perlu
              digarisbawahi bahwa negara ini tetap berdiri dalam situasi krisis seperti saat ini tidaklah terlepas
              dari peran aktif warganya. Bahwa negara yang para petingginya sering kali terlalu sibuk dengan
              berbagai manuver politik ini sesungguhnya berdiri dengan bertopang pada kaki-kaki kecil rakyat
              yang berjibaku untuk saling menjaga satu sama lain.

              Senyatanya rakyat sudah terlatih untuk mengorganisasi dan mengurus diri serta saling menjaga
              satu sama lain. Maka ini seharusnya menjadi cambuk bagi para pelaku penyelenggaraan negara
              ini untuk bisa membangun sistem jaminan kesejahteraan yang lebih baik bagi warganya, yang
              notabene selalu diingatkan untuk rajin membayar pajak.

              Masa pandemi ini bisa disikapi sebagai sebuah berkah yang terselubung (blessing in disguise)
              dalam memperbaiki dan memaknai ulang paradigma bernegara kita. Dan, ini menjadi pelajaran
              penting,  bahwa  tanpa  sebuah  sisteMKesejahteraan  yang  betul-betul  memprioritaskan  dan
              melindungi warganya, sebuah negara sesungguhnya tengah memamerkan ketelanjangannya.

                                                           28
   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34