Page 7 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 24 JUNI 2021
P. 7

"Anak yang dipekerjakan di bawah usia minimum yang diperbolehkan UU juga termasuk pekerja
              anak," kata Bintang.
              Jika membandingkan data Sakernas 2020 dan 2019, kata dia, terlihat bahwa persentase pekerja
              anak di Indonesia meningkat dalam kurun waktu dua tahun terakhir.

              "Peningkatan pekerja anak justru terjadi pada kelompok umur 10-12 tahun dan 13-14 tahun,"
              kata dia.

              Dari data yang sama, kata dia, pekerja anak lebih banyak berada di pedesaan dibandingkan
              dengan perkotaan atau sekitar 4,12 persen berbanding 2,53 persen.

              Pekerja anak laki-laki bahkan sedikit lebih banyak dibandingkan pekerja anak perempuan, yakni
              mencapai 3,34 persen berbanding 3,16 persen.

              "Meskipun demikian, ILO menyebutkan terdapat kemungkinan bahwa banyak pekerjaan anak
              perempuan yang tidak terhitung karena mereka banyak mengerjakan beban perawatan tidak
              berbayar seperti mengurus rumah tangga," ujar Bintang.

              Menurut dia, isu pekerja anak merupakan isu serius yang mengancam terpenuhinya hak-hak
              anak.

              Pekerja  anak  berisiko  putus  sekolah,  telantar,  dan  masuk  dalam  situasi-situasi  yang
              membahayakan diri sehingga mengancam tumbuh kembang yang maksimal.

              Bahkan, data Sakernas pada Agustus 2020 juga menunjukkan, mayoritas pekerja anak usia 15-
              17 tahun tidak lagi bersekolah atau sebanyak 73,72 persen.

              PJJ berisiko tingkatkan jumlah pekerja anak Bintang mengatakan, pembelajaran jarak jauh (PJJ)
              yang dilakukan selama pandemi Covid-19 juga berisiko meningkatkan jumlah pekerja anak.

              Hal tersebut karena pandemi telah memunculkan adanya ketimpangan akses teknologi informasi
              di samping krisis lainnya.

              "Krisis ekonomi yang menyebabkan berkurangnya pekerja dewasa pada sektor-sektor tertentu,
              angka  kematian  yang  tinggi  dan  ketimpangan  sosial  dalam  akses  teknologi  informasi  untuk
              pembelajaran jarak jauh dapat meningkatkan risiko lahirnya banyak pekerja anak baru di tengah
              pandemi," kata Bintang.

              Bintang mengatakan, adanya pekerja anak merupakan akibat dari berbagai permasalahan sosial.

              Permasalahan sosial itu semakin memuncak pada masa pandemi Covid-19 yang menggoyahkan
              berbagai sektor.

              Oleh karena itu, kata dia, peranan pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, akademisi, pakar,
              media, serta dunia usaha menjadi kunci penyelesaian masalah tersebut.

              "Dengan mengandalkan sinergi dan kerja sama antar sektor pembangunan, maka permasalahan
              yang melingkupi pekerja anak dapat diurai dari berbagai sisi secara komprehensif," kata dia.

              Apalagi, ujar Bintang, pemerintah Indonesia, melalui kebijakan Zona Bebas Pekerja Anak, telah
              menggandeng berbagai pihak tersebut untuk menghapus fenomena pekerja anak.

              Penghapusan pekerja anak juga terintegrasikan dalam skema Kota/Kabupaten Layak Anak (KLA)
              yang menjamin pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak secara komprehensif.


              "Hingga saat ini, sudah 435 kabupaten kota yang mendeklarasikan diri menuju KLA. KLA juga
              diperkuat dari tingkat hulu melalui Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) kerja sama
                                                            6
   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12