Page 19 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 25 NOVEMBER 2020
P. 19
UMKM Naik Kelas
Di tempat yang sama, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Teten Masduki
mengatakan, struktur perekonomian Indonesia masih didominasi oleh UMKM. Hal ini
menyebabkan sebagian besar tenaga kerja Indonesia masih bekerja di sektor informal. Oleh
karena, itu pemerintah menghadirkan UU Cipta Kerja (UU Ciptaker) untuk mendorong pelaku
UMKM bisa naik kelas.
"Saya kira kalau pelaku usaha kecil dan menengah tidak, maka setiap tahun kita akan menambah
jumlah pelaku usaha mikro. Persaingan di usaha di sektor mikro ini akan semakin besar, karena
itu kita perlu mendorong strategi bagaimana yang kecil dan menengah ini tumbuh dan
bertambah," ucap Teten.
Teten menuturkan, UU Ciptaker memberikan manfaat bagi UMKM untuk tumbuh berkembang.
Melalui UU Ciptaker pemerintah ingin melakukan pengembangan usaha (scalling up) agar usaha
kecil dan menengah semakin banyak dan besar. Sehingga pelaku usaha mikro bisa terus
berkurang. Dengan adanya regulasi ini diharapkan akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja.
"Jadi PR besar kita, bagaimana sekarang bisa menciptakan lapangan kerja," ujar Teten.
Melalui regulasi ini, pemerintah ingin memperkuat posisi UMKM dan koperasi dalam rantai pasok
industri. "Rasio partisipasi UMKM kita dalam rantai pasok global masih 4,1%. Saya kira ini penting
ke depan, bagaimana UMKM dan usaha besar bermitra, tetapi dalam rantai pasok," kata Teten.
Melalui UU Ciptaker, kata Teten, pemerintah juga ingin memberikan prioritas pasar terhadap
produk UMKM. Ke-menterian/Lembaga diwajibkan menggunakan 40% anggaran belanja
pengadaan barang dan jasa untuk menverap produk UMKM.
"Pendekatan market driven ini barangkali akan mendorong kegiatan UMKM dan koperasi semakin
bergairah, sehingga lembaga pembiayaan pun bahkan tidak ragu-ragu untuk membiayai UMKM,"
ucapnya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani
menyatakan, Undang-Undang Cipta Kerja dibuat untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja
vang terus menurun sejak 2013.
Hariyadi menilai, pergerakan investasi dengan penyerapan tenaga kerja tidak selaras. Misalnya
saja, pada tahun 2013, ada Rp 398,3 triliun investasi yang masuk dengan penyerapan 4.594
tenaga kerja. Sedangkan pada 2019 ada Rp 809,6 triliun investasi yang masuk, namun jumlah
penyerapan tenaga kerjanya jauh hanya 1.277 orang.
"Turunnya itu 75%. Hal ini berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan angkatan kerja baru
yang setiap tahunnya mencapai lebih dari 2,5 juta orang. Karena itu, harus ada regulasi yang
mendorong penyerapan tenaga kerja dalam skala yang masif," kata dia.
Dia juga menyebut terdapat 57% angkatan kerja dengan pendidikan SMP ke bawah, serta
ketimpangan jumlah antara pekerja informal sebanyak 75 juta orang dan pekerja formal yang
hanya 45 juta orang. Selain itu, pemerintah masih memberikan subsidi kepada 40% dari total
penduduk Indonesia. Jika ini terus diberikan akan membuat daya saing Indonesia tidak lagi
kompetitif.
Hariyadi meminta seluruh elemen masyarakat baik pekerja atau buruh dapat memahami dan
mellihat lebih objektif isi dari UU Cipta Kerja. Bangsa Indonesia memang memerlukan investasi
luas agar membuka lapangan kerja baru. "Kalau mau nyerang silakan, tapi usulan apa? Jangan
biasakan bangsa kita ini bisanya komplain terus tapi tidak ada terobosan," keluh dia.
Dia mengapresiasi pemerintah dan DPR berani ambil kebijakan yang tidak populis.
18