Page 124 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 20 NOVEMBER 2020
P. 124
"Memang mereka (perempuan) bekerja kelompok, biasanya ada tim kecil disuruh misal
menyemprot atau memupuk di blok berapa. Tapi blok itu luas kan, lebih kurang 25-30 Ha per
masing-masing blok. Sementara perkebunan sawit itu luas dan rindang pohon-pohon besar
banyak semak," kata dia.
Meski begitu, Hotler belum bisa merinci berapa kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang
dialami para perempuan di perkebunan sawit ini. Sebab kata dia, penelitian langsung yang
dikerjakan Sawit Watch memang belum merujuk pada hal tersebut.
"Kondisi memang berpotensi besar terjadi pelecehan. Tapi saya tidak bisa katakan (angka dan
siapa) karena kita belum pernah bertemu korban langsung," kata dia.
Tanpa Perlindungan Negara Merujuk pada hasil investigasi yang ditemukan oleh AP, Hotler
mengatakan Sawit Watch secara khusus memang berencana melakukan penelitian dan
investigasi lebih mendalam terkait pelecehan dan kekerasan seksual yang dialami para
perempuan di perkebunan sawit.
"Kita ada ide lakukan (penelitian) itu karena berangkat dari lumayan banyak informasi rumor itu,
tapi itu info sepihak (kita) harus ketemu korban. Kita hanya dengar dari pihak kedua ketiga. Kita
ya akan lakukan investigasi terkait itu," kata Hotler.
Buruh perempuan di ladang sawit Sumatra. (AP/Binsar Bakkara) Tak hanya itu, terkait para
buruh khususnya buruh perempun di perkebunan sawit ini, Hotler mengaku telah berulang kali
meminta agar pemerintah bisa lebih memperhatikan keamanan, kesejahteraan hingga
kehidupan para buruh perempuan pekerja lepas di perkebunan sawit ini.
Sejak 2014, Hotler berulang kali mendatangi Kementerian Ketenagakerjaan untuk memediasi
temuan-temaunnya berkaitan dengan para buruh di perkebunan sawit.
"Beberapa kali ketemu kan sama kementerian, sampaikan bagaimana misal pemerintah dalam
hal ini Kemenaker itu mengeluarkan kebijakan berkenaan dengan perlindungan buruh
perkebunan sawit karena kondisi kerja memang beda dengan di manufaktur," kata dia "Cara
kerja beda, kemudian kita lihat juga misal soal hubungan kerja. Perempuan, kita bisa katakan
bahwa buruh perempuan itu tidak memiliki atau bukan buruh permanen. Mereka buruh lepas
atau kontrak," kata Hotler.
Para buruh perempuan ini rata-rata dipekerjakan di bagian memupuk, menyemprot disinfektan
dan pekerjaan lain yang dianggap bukan pekerjaan inti. Padahal pekerjaan itu bisa masuk
golongan berat dan berbahaya.
Saat menyampaikan dan menuntut kesejahteraan para buruh perempuan ini, tanggapan
pemerintah menurut Hotler memang cukup postif, namun tak pernah ada ekseskusi sama sekali.
"Kalau respons cukup baik, tapi ekseskusi di lapangan tidak ada," kata dia.
Buruh perempuan di ladang sawit Sumatra. (AP/Binsar Bakkara)
Bahkan kata dia, ada salah satu pejabat perempuan di salah satu kementerian yang malah
menyebut wajar para perempuan ini menjadi buruh harian lepas bukan tenaga permanen
lantaran pekerjaan yang dipegang pun bukan pekerjaan inti.
123