Page 121 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 OKTOBER 2020
P. 121
Banyaknya penolakan dan demo yang dilakukan masyarakat menunjukkan RUU Cipta Kerja itu
harus lebih mewadahi aspirasi rakyat. "Pemerintah dan DPR tidak boleh memanfaatkan situasi
pandemi ini untuk mengesahkan UU yang tidak diinginkan karena merugikan rakyat," katanya di
Jakarta.
Syarief Hasan mengatakan pemerintah seharusnya hadir untuk memberikan teladan dan
pelayanan perlindungan terbaik bagi rakyat. "Bukan semakin mempersulit rakyat dan
keberpihakan kepada pengusaha yang melanggar hukum, dan yang merusak lingkungan, bahkan
keberpihakan kepada tenaga kerja asing lewat RUU Cipta Kerja yang dibahas di tengah pandemi
Covid-19," katanya.
Apalagi, kata dia, Bank Dunia dalam laporan berjudul Indonesia Economic Prospects : The Long
Road to Recovery pada Rabu 29 Juli 2020 juga menyoroti tiga poin RUU Cipta Kerja. Tiga poin
itu adalah klausul mengenai ketenagakerjaan, perizinan, dan lingkungan. "Revisi terhadap UU
Cipta Kerja Omnibus Law memiliki potensi mengurangi perlindungan yang diberikan terhadap
pekerja," kata Hasan, mengutip salah satu isi laporan Bank Dunia itu.
Ketua Badan Legislasi DPR, Supratman Andi Agtas, dalam rapat panitia kerja RUU Cipta Kerja di
Jakarta, Sabtu (26/9), mengatakan, penggunaan tenaga kerja asing akan tetap sesuai dengan
ketentuan UU Ketenagakerjaan namun ada penambahan terkait klaster keimigrasian dalam RUU
Ciptaker.
Aturan itu, menurutnya, dibuat agar calon investor dan orang yang akan menjadi pengurus
perusahaan dalam posisinya sebagai komisaris maupun direksi, wajib mengikuti aturan
ketentuan yang telah diputuskan dalam UU Keimigrasian. Namun,Hasan menilai aturan yang
terdapat dalam RUU Omnibus Law itu akan membuat penggunaan TKA semakin besar.
Selain itu, menurut anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat itu, RUU Cipta Kerja akan semakin
mempermudah perusahaan melakukan PHK, pasalnya sanksi terhadap perusahaan yang
melanggar aturan RUU Omnibus Law itu hanya bersifat hukum administratif.
Namun, pada rapat Panitia Kerja RUU Cipta Kerja pada Sabtu (26/9), pemerintah, DPR, dan DPD
sepakat agar sanksi pidana dalam RUU Cipta Kerja tetap seperti ketentuan UU yang telah ada
(UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan). Dalam UU Ketenagakerjaan, sanksi pidana diatur
dalam pasal 183 hingga pasal 189, sementara Daftar Inventarisasi Masalah terkait perubahan
ketentuan tersebut disepakati agar dihapuskan semua dari RUU Cipta Kerja..
120