Page 206 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 OKTOBER 2020
P. 206
Menurutnya, hal itu terlihat dalam sejumlah pasal yang dituangkan di klaster ketenagakerjaan.
"Di klaster ketenagakerjaan, saya rasa, bagaimana penurunan perlindungan bagi hak buruh,
terutama buruh perempuan, karena ada beberapa hak khususnya yang diatur UU
Ketenagakerjaan tentang hak perempuan menjadi menurun," kata Tiasri dalam diskusi bertema
'Kontroversi RUU Ciptaker: Percepatan Ekonomi dan Rasa Keadilan Sosial' yang berlangsung
secara daring, Minggu (4/10).
Dia membeberkan salah satu pasal yang menurunkan standar perlindungan buruh perempuan
ialah terkait cuti haid.
Menurutnya, salah satu pasal di klaster keteagakerjaan menyebutkan secara jelas bahwa
perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk membayar upah buruh perempuan yang mengambil
cuti haid secara penuh.
"Sedangkan di UU Ketenagkerjaan, cuti haid diberikan dua hari, mendapatkan upah penuh dan
jadi tanggung jawab perusahaan membayarkan pekerja perempuan yang cuti haid," ujar dia.
Tiasri melanjutkan, penurunan standar perlindungan terhadap buruh perempuan juga terlihat
dari pasal yang mengizinkan penambahan waktu kerja.
Menurutnya, pemberian kewenangan bagi perusahaan untuk menambah waktu kerja buruh
membuktikan bahwa RUU Omnibus Law Ciptaker telah mengabaikan kesehatan reproduksi
perempuan.
"Jam kerja panjang perempuan akan beresiko pada perempuan terhadap kesehatan reproduksi,
ini juga diabaikan di dalam draf RUU ini," tuturnya.
Sebelumnya, sebanyak tujuh fraksi setuju untuk melanjutkan pembahasan RUU Omibus Law
Ciptaker ke Rapat Paripurna DPR RI pada Kamis (8/10) mendatang, sementara 2 fraksi lain
menolak.
Dua fraksi yang menyampaikan penolakan pengesahan RUU itu adalah Demokrat dan PKS.
Sementara tujuh fraksi lain yang menyetujui RUU ini dibahas pada tingkat selanjutnya adalah
PDIP, Gerindra, Golkar, PKB, Nasdem, PAN dan PPP.
Keputusan dalam Raker Pengambilan Keputusan Tingkat I RUU Omnibus Law Cipta Kerja di DPR
pada Sabtu (3/10) malam.
(mts/eks).
205