Page 231 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 OKTOBER 2020
P. 231

penyampaian substansi dalam pembahasan salah satu RUU Omnibus Law tersebut merupakan
              hal yang biasa saja di parlemen.
              "Bukan hanya  RUU Cipta Kerja  yang kerap menjadi pro dan kontra, banyak yang saling berbeda
              persepsi di antara fraksi DPR ataupun dengan Pemerintah. Perbedaan persepsi dan perdebatan
              adalah  dinamika  dari  negara  demokrasi.  Yang  terpenting  adalah  bagaimana  kita  dapat
              memajukan dan menyelesaikan permasalahan bangsa ini," kata Azis Syamsuddin, di Jakarta,
              Ahad (4/10).

              Azis menilai  RUU Ciptaker  Klaster Ketenagakerjaan itu sebetulnya memiliki kemajuan dari sisi
              pengupahan, dengan upah minimum kota atau kabupaten bisa lebih besar dari upah minimum
              provinsi,  disesuaikan  dengan  pertumbuhan  ekonomi,  inflasi,  dan  koefisiensi  produktivitas.
              Namun, memang ada perubahan skema pesangon dalam klaster Ketenagakerjaan tersebut.

              Menurut Azis, itu sebetulnya untuk menyesuaikan dengan kegentingan global yang terjadi di
              masa pandemi Covid-19. Para pelaku usaha di dunia mengalami gejolak ekonomi yang cukup
              terpuruk  karena  adanya  Covid-19  yang  terjadi  di  berbagai  belahan  dunia,  sehingga  banyak
              pelaku usaha yang menjerit bahkan sampai ada yang 'gulung tikar' alias bangkrut.

              "Tentunya kita harus melihat dari berbagai sudut pandang yang ada, perubahan skala pesangon
              19  kali  gaji  ditambah  Jaminan  Kehilangan  Pekerjaan  sebanyak  6  kali  yang  dilakukan
              pengelolaannya oleh Pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan dengan perhitungan dan melihat
              kondisi pandemi saat ini tentunya," ujar dia pula.

              Karena itu, politisi Golkar itu mengharapkan agar para buruh dapat mengerti dan memahami
              kondisi tersebut. Ia mengatakan jangan sampai pelaku usaha dan investor yang ingin bangkit
              setelah pandemi, kemudian memilih negara lain, karena menilai peraturan perundang-undangan
              di Indonesia yang tumpang-tindih serta dapat menyulitkan mereka.

              "Kalau pengusaha pergi dan dipersulit di masa pandemi saat ini, maka akan berdampak cukup
              signifikan dan berimbas pada minimnya lapangan pekerjaan nantinya," kata Azis.







































                                                           230
   226   227   228   229   230   231   232   233   234   235   236