Page 227 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 OKTOBER 2020
P. 227
Namun, hal ini ditentang oleh banyak pihak, tidak hanya buruh, ekonom hingga beberapa partai
politik. Menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima
Yudistira, UU ini sama sekali tidak membantu dalam pemulihan ekonomi di masa resesi. Apalagi
ditambah dengan banyaknya gelombang penolakan terhadap RUU ini.
"Gelombang penolakan pasti terjadi dan bukan hanya buruh tapi juga elemen lain yang merasa
dirugikan haknya, mulai dari petani karena ada klausul impor pangan disamakan dengan
produksi pangan dan cadangan nasional, sampai masyarakat adat yang merasa dirugikan dalam
persoalan izin lahan," ujar Bhima kepada Republika.co.id , Ahad (4/10).
Di klaster ketenagakerjaan sendiri pengurangan hak pesangon akan menurunkan daya beli
buruh. Hal ini tidak bisa diterima oleh pekerja yang saat ini rentan terkena Pemutusan Hubungan
Kerja (PHK).
Menurut Bhima, dampak dari omnibus law diperkirakan tidak akan signifikan dalam
meningkatkan daya saing dan investasi. Ia memaparkan, ada tiga masalah terkait hal ini.
Pertama, Omnibus law merubah ratusan pasal sehingga butuh ribuan aturan teknis baik level PP
sampai peraturan menteri dan perda yang berubah.
"Ini justru memberi ketidakpastian karena banyaknya aturan yang berubah ditengah situasi
resesi ekonomi. Padahal investor butuh kepastian," kata Bhima.
Kedua, aksi penolakan omnibus law bisa merusak hubungan industrial di level paling mikro atau
di tingkat perundingan perusahaan (bipartit). Hal ini karena ancaman mogok kerja bisa
menurunkan produktivitas, dan yang rugi adalah pengusaha juga.
Selain itu, investasi juga tidak akan langsung masuk ke indonesia karena banyak variabel lain
yang jadi pertimbangan seperti keseriusan pemerintah dalam pemberantasan korupsi, efektivitas
insentif fiskal dan non fiskal, ketersediaan bahan baku dan biaya logistik.
Bahkan dengan dicabutnya hak-hak pekerja dalam omnibus law, kata Bhima, tidak menutup
kemungkinan persepsi investor khususnya negara maju jadi negatif terhadap indonesia.
"Investor di negara maju sangat menjunjung fair labour practice dan decent work dimana hak-
hak buruh sangat dihargai, bukan sebaliknya. Menurunkan hak buruh berarti bertentangan
dengan prinsip negara maju," ujarnya.
226