Page 333 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 5 OKTOBER 2020
P. 333

Ringkasan

              Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan, pemerintah
              harus  melakukan  komunikasi  lagi  dengan  tenaga  kerja  mengenai  penyusunan  Rancangan
              Undang  Undang  (RUU)  Cipta  Kerja.  Hal  ini  dilakukan  agar  regulasi  tersebut  dapat
              mengakomodasi seluruh pihak dan tidak membuat salah satu pihak merasa dirugikan.



              OPSI: PEMERINTAH HARUS KOMUNIKASI DENGAN BURUH SEBELUM SAHKAN RUU
              CIPTA KERJA

              JAKARTA,  - Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan,
              pemerintah  harus  melakukan  komunikasi  lagi  dengan  tenaga  kerja  mengenai  penyusunan
              Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja. Hal ini dilakukan agar regulasi tersebut dapat
              mengakomodasi seluruh pihak dan tidak membuat salah satu pihak merasa dirugikan.

              "Kalau dipaksakan apakah setelah disahkan pada 8 Oktober 2020 nantinya investor akan datang
              ramai-ramai? Enggak juga. Kondisi ekonomi nasional dan dunia sekarang sedang ambruk," ucap
              Timboel ketika dihubungi pada Minggu (4/10).

              Ia  tidak  menyetujui  adanya  aksi  mogok  dan  demonstrasi  pekerja  sebab  akan  berpotensi
              menyebabkan penyebaran Covid-19. Menurut dia, untuk kesehatan dan keselamatan pekerja
              seharusnya pemerintah menunda pengesahan RUU Cipta Kerja.
              "Tidak  usah  dipaksain,  tapi  diskusikan  dan  komunikasikan  lagi  .Pemerintah  harus
              bertanggungjawab terkait potensi penyebaran Covid -19 di kalangan pekerja akibat demo dan
              mogok tersebut. Sebab pemerintah sendiri yang menyebabkan demo tersebut ," ucap Timboel.

              Ia  mengatakan  serikat  pekerja  tidak  perlu  melakukan  demo  namun  mendatangi  organisasi
              masyarakat  seperti  Nadhatul  Ulama  dan  Muhammadiyah  untuk  melakukan  konfensi  pers
              bersama. Pembahasan RUU tersebut harus dilakukan dengan pembicaraan berkualitas dan dapat
              memenuhi kepentingan seluruh pihak terkait.

              "Jadi harus dikaji ulang terkait dengan pengsahan ini apalagi ada rencana untuk mogok bekerja
              untuk demontrasi nasional," ucapnya.

              Ia berpendapat hasil yang disepakati antara Pemerintah dan DPR masih belum jelas mengingat
              banyak hal yang diserahkan ke Peraturan Pemerintah (PP). Misalnya Baleg sepakat Pasal 66 UU
              13 tahun 2003 tidak diubah tapi diserahkan pengaturannya ke PP.

              "Seharusnya isi Pasal 66 tersebut tetap dicantumkan di UU Cipta Kerja sehingga jelas, tidak
              diintepretasikan  lain  di  PP  nantinya.  Kalau  diserahkan  ke  PP  maka  akan  terjadi  interpretasi
              subyektif Pemerintah terhadap isi pasal tersebut," ucap Timboel.

              Demikian juga dengan PKWT, upah minimum, proses PHK dan kompensasi PHK dan Jaminan
              Kehilangan  Pekerjaan  (JKP)  juga  diserahkan  ketentuan  detailnya  ke  PP.  Seharusnya  norma-
              norma yang terkait dengan hak konstitusional diatur di UU bukan di PP. Hak mendapatkan hidup
              yang  layak,  pekerjaan  yang  layak,  dan  jaminan  sosial  yang  layak  diimplementasikan  dalam
              hubungan kerja (PKWT,  outsourcing  ), upah minimum, proses PHK dan kompensasi PHK serta
              JKP, sehingga norma-norma tersebut diatur secara jelas di UU. Dan hal ini menjadi ranah Wakil
              Rakyat yaitu DPR, bukan malah diserahkan ke Pemerintah sendiri.
              "Norma-norma tersebut diatur secara detail di UU 13 Tahun 2003, dan sekarang akan diatur
              secara detail di PP yang merupakan ranah Pemerintah," ucapnya.



                                                           332
   328   329   330   331   332   333   334   335   336   337   338