Page 150 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 3 AGUSTUS 2020
P. 150
Akibatnya, para pekerja migran ke hilangan hak perlindungan hukum karena terseret dalam
proses ilegal. Ujung-ujungnya, PMI ilegal itu menja di korban.
"Jadi ironi di tengah undang-undang kita yang sudah sangat maju, praktik-praktik itu justru
masih terjadi, bahkan masih masif karena implementasinya kan masih sangat kurang, ya,
undang-undangnya," Anis menambahkan.
Untuk membendung hal tersebut, Indonesia harus bisa menciptakan la pangan pekerjaan. Pada
masa pandemi seperti sekarang pun, tawaran untuk kerja ke luar ne geri masih banyak.
"Susah sekali membedakan, menelusuri mana sih yang benar-benar ini bukan penipuan, yang
benar-benar ini sesuai prosedur, yang benar sesuai aturan yang ada, itu enggak mudah, karena
masyarakat juga kan banyak yang pengetahuannya terbatas," tutur Anis.
Meski sudah mencanangkan sejumlah program bagi PMI jalur resmi, masih ditemukannya PMI
ilegal melalui P3MI tentu menggerogoti potensi penerimaan negara atau remitansi. Sayangnya,
pemerintah belum punya data pasti berapa potensi kehilangan remitansi karena PM ilegal.
"Kami tidak dapat menghitung berapa potensi ekonomi yang hilang sebagai akibat PMI ilegal,
karena tidak memiliki data jumlah PMI non-prosedural," kata Ida melalui surat tertulis yang
dikirimkan kepada GATRA.
Namun, kata Ida, Menteri Keuangan Sri Mulyani, ketika menjabat sebagai Direktur Bank Dunia,
sempat mengatakan bahwa uang hasil keringat para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang
dipungut oleh lembaga ke uangan pengirim remitansi sebesar 15%.
"Jadi, kalau sekarang remitansi kita Rp 169 triliun pada tahun 2019, maka sekitar Rp 25 triliun
sampai Rp 30 triliun yang hilang sia-sia. Dipungut oleh lembaga keuangan pengiriman uang
TKI," ujarnya.
Bagi PMI ilegal yang tidak memiliki dokumen memadai, jaringan pengiriman uang juga menjadi
makin terbatas, tidak aman, dan berbiaya tinggi. Pada 2018 Bank Dunia mencatat ada 9 juta
PMI yang bekerja di luar negeri. Anis menyayangkan bahwa Indonesia, berdasarkan data yang
dihimpun Migran Care, hanya mencatat sekitar 4,5 juta saja.
"Bank dunia mencatat pekerja migran ada 9 juta, tapi pemerintah hanya mencatat hanya 4,5
juta. Jadi, separuhnya kan[ilegal]. Data Bank Dunia kan valid toh, ada data arus remitansi itu
kan yang mereka catat," tuturnya.
Pagebluk Covid-19 yang belum usai turut menghambat penyaluran tenaga kerja migran
Indonesia. Perusa haan penyalur PMI pun harus meng hentikan aktivitasnya, sebab semua
negara tujuan penyalur PMI melakukan lockdown untuk meminimalisasi penyebaran virus
SARSCoV-2.
Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa TKI, Ayub Basalamah, mengatakan bahwa perusahaan-
perusahaan yang di naunginya belum bisa menyalurkan PMI hingga waktu yang belum dapat
di tentukan. Hal ini sesuai dengan Kepu tusan Menteri Ketenagakerjaan (Kepmenaker) Nomor
151 Tahun 2020 tentang Penghentian Sementara Penempatan Pekerja Migran Indonesia.
"Karena diakibatkan Covid-19, [kami] stop sementara, menunggu Covid-19 di negara
penempatan merendah," ucapnya.
Implikasinya, ada sekitar 200 perusahaan penyalur PMI terpaksa ke hilangan pemasukannya.
Padahal, jasa penyaluran PMI merupakan salah satu penyumbang pendapatan negara terbesar.
Negara-negara tujuan PMI terbesar, seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Hong
149