Page 75 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 3 AGUSTUS 2020
P. 75
Dia menjelaskan, dari sisi pemerintah tidak ada untungnya menahan-nahan untuk tidak segera
menarik Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 151/2020 tersebut. Terlebih lagi, semua pihak-
pihak terkait sudah siap untuk membuka kesempatan bagi pekerja migran.
"Jadi sekali lagi saya katakan tidak ada untungnya pemerintah untuk menahan-nahan Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan itu. Setelah kita bisa pastikan semuanya siap, baru kita lakukan
pembukaan kembali," imbuhnya.
Dicabutnya SK 151 tersebut disambut gembira oleh para pekerja kapal pesiar Bali yang
jumlahnya mencapai sekitar 22 ribu. Sebab pada 7 Juli lalu ada 257 PMI khususnya pelaut yang
batal berangkat ke kapal pesiar karena terhalang aturan itu.
"Dengan dicabutnya SK 151 itu sangat melegakan kami. Yang pertama adalah bahwa artinya
mereka yang berangkat berangkat baik itu melalui pesawat komersial terutama charter tanggal
7 Juli terhalang dan jelas-jelas dari KBRI mengatakan karena ada SK 151," kata Ketua Kesatuan
Pelaut Indonesia (KPI) Cabang Bali, Dewa Putu Susila.
Dewa Susila menjelaskan, ada beberapa keuntungan dicabutnya SK 151 tersebut. Pertama,
status para PMI yang kembali bekerja menjadi sah secara hukum. Dalam artian, mereka tidak
berstatus ilegal di negeri orang.
"Karena kan selama ini meskipun ada SK 151 itu dan mereka sudah lengkap dokumen, terutama
visa, dia sudah bisa terbang kan begitu. Tapi kalau misalnya kita menilik 151 secara aturan dari
kacamata Kemenaker 151 mereka dianggap ilegal. Nah makanya itu sangat mengkhawatirkan
kita sebelumnya," ujar Dewa Susila.
Sebelumnya, Dewa Susila begitu getol menyuarakan ini di media sosialnya terutama di akun
facebooknya karena menurutnya adanya SK 151 tersebut menjadi penghambat bagi pekerja
kapal untuk kembali bekerja. Selain itu, SK Kemenaker 151 itu juga bisa membahayakan PMI
ketika terjadi resiko yang tidak diinginkan.
"Karena yang kita khawatirkan adalah ketika terjadi resiko. Bukan dalam keadaan aman-aman
saja. Karena ketika terjadi resiko kemudian dengan belum dicabutnya SK 151 artinya pemerintah
bisa saja lepas tangan terhadap berdasarkan itu," ucap Dewa Susila.
Selain itu, dengan dicabutnya SK Kemenaker 151 tersebut, Indonesia bisa terbebas dari sanksi
yang dikeluarkan Internasional. Sanksi tersebut bisa berupa penghentian perekrutan pekerja
dari Indonesia dan sebanyak 22 ribu pekerja Bali bisa terancam tak bisa lagi bekerja di luar
negeri khususnya di kapal pesiar .
Sebab, Indonesia termasuk negara yang ikut dalam perjanjian soal crew changes "itu sanksi
terberat bisa ada sanksi sementara untuk merekrut tenaga kerja pelaut dari Indonesia. Itu kalau
sampai dihentikan, luar biasa dampaknya. Pasti akan berkurang kuota kita. Kalau saya bicara di
Bali, dari 22 ribu bisa berkurang drastis bisa jadi tinggal 10 ribu bisa 5 ribu dan sebagainya,"
ujar Susila
Sebelumnya, lanjut Dewa Susila, Indonesia melalui Kemenko Kemaritiman sudah
mengikutsertakan Kementerian Tenaga Kerja RI, Kementerian Perhubungan RI, KKP dan
instansi terkait untuk mengikuti summit meeting yang digelar Organisasi Maritim Dunia IMO
pada 9 Juli 2020 lalu terkait dengan crew changes tersebut.
"Dan pada tanggal 9 itu, Indonesia ikut menandatangani bersama dengan 12 negara yang
menandatangani. Tujuannya untuk mensupport diadakannya crew change ini. Jadi crew
change yang dimaksud adalah, negara atau pemerintah tidak boleh menghambat
keberangkatan mereka. Harus memberikan kemudahan-kemudahan," jelas Dewa Susila.
74