Page 182 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 23 DESEMBER 2020
P. 182
"Kalau melihat kecenderungan publik ya, yang ramai mesti diganti itu kan tentu kesehatan, terus
ada bagian dari tim ekonomi, terus pendidikan," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Selasa
(22/12/2020).
Mengapa pendidikan juga dimungkinkan terkena reshuffle, menurutnya karena banyak pihak
yang mengeluhkan soal sistem pendidikan, terutama terkait dengan kurikulumnya yang tidak
terintegrasi hingga soal kuota internet yang tidak merata.
"Banyak juga yang disorot masalah ketenagakerjaan. Banyak orang yang nganggur, PHK,
kemiskinan bertambah, susah cari kerja, ini tanggung jawab kementerian terkait. Belum terlihat
sebenarnya apa upaya-upaya untuk menanggulangi wabah yang berimplikasi pada PHK dan lain-
lain itu," lanjutnya.
Pos-pos tersebut menurut pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini merupakan
pos yang bertanggung jawab atas kondisi-kondisi yang dampaknya dirasakan secara langsung
oleh masyarakat di tengah pandemi Covid-19 ini.
Sebenarnya, hal itu bukan berarti pos kementerian yang lain tidak memiliki catatan buruk. Hanya
saja keempat pos yang disebutkan sebelumnya sangat berkaitan erat dengan permasalahan
yang saat ini dirasakan masyarakat.
"Ekonomi, recovery -nya belum. Kesehatan, ini malah wabah semakin banyak di mana-mana.
Pendidikan juga begitu, pendidikan malah sudah lama diusulkan, karena tidak ada kurikulum
yang terintegrasi, baik itu di kuliah atau di sekolah-sekolah yang membuat masyarakat bingung,
kuliah daring itu kan enggak gampang. Jangan bayangkan Indonesia itu seperti Jakarta semua,"
jelasnya.
Namun, itu adalah logika publik. Sementara, logika politiklah yang sering kali digunakan dalam
suatu reshuffle yang merupakan hak prerogatif Presiden.
"Banyak logika dalam reshuffle itu yang sering kali sukar dinalar oleh logika publik. Banyak
kejutan-kejutan yang kadang membuat masyarakat enggak ngerti basis dari reshuffle itu," kata
dia.
Bisa jadi, menteri yang akan direshuffle justru mereka yang menduduki pos-pos yang tidak
banyak disorot publik.
"Misalnya sehari dua hari ini kita mendengar yang bakal kena reshuffle itu (menteri) agama
ataupun Kementerian Perdagangan," sebut Adi.
Kedua kementerian ini mungkin memang bermasalah, hanya saja dampaknya tidak terlalu
dirasakan atau bukan menjadi perhatian utama publik.
"Bahwa perdagangan kita babak belur, iya. Bahwa keagamaan kita masih banyak narasi isu-isu
negatif, iya. Tapi kan orang-orang saat ini yang dirasa ya ekonomi, kesehatan, pendidikan,"
tegasnya.
Adi menilai jika Presiden ingin melakukan perombakan kabinet di waktu-waktu sekarang
merupakan hal yang tepat, meskipun Indonesia masih ada dalam kondisi pandemi.
"Saya kira saat inilah momentum yang pas bagi Presiden untuk reshufle, kebetulan ada dua
menteri yang kosong. Banyak yang berharap pergantian dua menteri ini jadi ajang, jadi momen
Presiden untuk merombak sejumlah kabinnetnya yang enggak bisa bekerja secara extra ordinary,
tidak bisa bekerja maksimal," ungkap Adi.
Adi menyebut selama 14 bulan masa kerja kabinet ini, Presiden sudah beberapa kali marah-
marah dan menyampaikan keluh kesahnya.
181