Page 287 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 3 NOVEMBER 2020
P. 287

Apindo menyesalkan keputusan beberapa kepala daerah yang menaikkan UMP 2021. Ia menilai
              keputusan tersebut tidak mempertimbangkan kondisi perusahaan, kebutuhan hidup layak (KHL),
              dan pertumbuhan ekonomi saat ini yang menjadi landasan keputusan upah minimum.

              "Kalau dikembalikan dengan regulasi yang ada, malah harusnya turun sehingga diskresi yang
              diambil oleh kepala daerah ini sebetulnya tidak perhatikan juga secara umum kondisi yang ada,"
              kata Hariyadi.

              Dia mengatakan, bila ada perusahaan yang menyatakan mampu menaikkan upah minimumnya,
              maka bukan berarti harus dijadikan acuan untuk menuntut kenaikan upah.

              Sebab kata dia, banyak juga perusahaan yang sedang mengalami kesulitan akibat dihantam
              pandemi Covid-19.

              "Kalau mereka bisa bayar lebih, kami syukuri, monggo. Tapi jangan mereka ini jadi referensi,
              seolah-olah semua kayak dia. Enggak bisa begitu. sekarang ini kondisi perusahan sehat yang
              bisa  melakukan  kegiatan  jumlahnya  relatif  sedikit  dibandingkan  yang  terdampak  pandemi,"
              ujarnya.

              Sebelumnya, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industri dan Jaminan Sosial (PHI &
              Jamsos)  Kementerian  Ketenagakerjaan  (Kemenaker)  Haiyani  Rumondang  menyebutkan,
              terdapat 15 provinsi menyatakan mengikuti Surat Edaran (SE) Menaker untuk tidak menaikkan
              Upah Minimum Provinsi (UMP) 2021.

              Sementara itu ada 5 provinsi yang bertolak belakang dengan SE tersebut, memutuskan untuk
              menaikkan  UMP yang diumumkan  pada  31  Oktober  2020.  Namun  kata dia,  provinsi-provinsi
              tersebut baru menyatakan secara lisan, belum memberikan surat keputusan (SK) dari daerah.

              Beberapa  provinsi  yang  memutuskan  untuk  menaikkan  UMP  2021  yakni  DKI  Jakarta,  Jawa
              Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.








































                                                           286
   282   283   284   285   286   287   288   289   290   291   292