Page 56 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 21 JUNI 2021
P. 56

Idealnya,  nilai  investasi  sebanyak  Rp  219,7  triliun  pada  triwulan  1-2021  bisa  mencip-takan
              500.000-600.000  lapangan  kerja.  Kenyataannya,  Rp  1  triliun  investasi  yang  masuk  hanya
              menyerap lebih kurang 1.419 tenaga kerja. "Artinya, ini belum optimal. Investasi yang masuk
              masih lebih banyak bersifat padat modal. Untuk menyelesaikan masalah ketenaga-kerjaan kita,
              seharusnya investasi padat karya didorong sampai naik tiga kali lipat," kata Anton.

              Data Kementerian Investasi menunjukkan, investasi yang masuk pada triwulan 1-2021 memang
              lebih banyak di sektor tersier (jasa/padat modal) yakni Rp 104,8 triliun. Investasi pada sektor
              sekunder (manufaktur/padat karya) Rp 88,3 triliun.

              Konsistensi strategi

              Menurut Anton, meski UU Cipta Kerja memudahkan dari sisi tarif pajak, alur perizinan, dan aturan
              ketenagakerjaan, hal itu tidak cukup untuk menarik investor di sektor pengolahan. Ia memberi
              contoh tentang kendala soal bahan baku industri.

              Menurut Anton, pemerintah harus memperjelas bahan baku yang bisa diproduksi sendiri serta
              yang memerlukan impor. "Supaya kebijakan impor pun sesuai, tidak semuanya disamaratakan.
              Harus ada jaminan produksi lancar dan pabrik bisa bekerja efisien," ujar Anton.

              Pemerintah  sendiri  berambisi  mendorong  pertumbuhan  industri  pengolahan  dan  pen-ciptaan
              lapangan kerja.

              Deputi  Bidang  Ekonomi  Badan  Perencanaan  Pembangunan  Nasional  Amalia  Adininggar
              Widyasanti  mengatakan,  pada  2022,  pemerintah  ingin  meningkatkan  jumlah  tenaga  kerja  di
              sektor industri pengolahan hingga 20,9 juta orang. Pada 2020, sektor pengolahan menyerap
              18,9 juta pekerja.

              Hal  itu  sejalan  dengan  target  pemerintah  yang  ingin  mendorong  pertumbuhan  industri
              pengolahan nonmigas pada kisaran 5,3-6,1 persen pada 2022. Pekerjaan yang layak Investasi
              tidak hanya terkait dengan volume peneiptaan lapangan kerja tetapi juga kualitas pekerjaan.
              Laporan Bank Dunia berjudul "Prospek Ekonomi Indonesia Mempercepat Pemulihan" pada Juni
              2021 menyoroti soal minimnya lapangan kerja yang layak di Indonesia.

              Disebutkan, sebanyak 45 persen dari total lapangan kerja yang ada pada periode 2009-2019
              adalah pekerjaan dengan upah rendah dan minim jaminan sosial.

              Sekretaris  Jenderal  Organisasi  Pekerja  Seluruh  Indonesia  Timboel  Siregar  mengatakan,
              pekerjaan  layak  bukan  hanya  soal  pekerjaan  formal  yang  harus  diciptakan  lewat  investasi,
              melainkan juga pekerjaan informal yang saat ini semakin menjamur. Konteks pekerjaan yang
              layak dan berkualitas tidak bisa dipatok pada sektor tertentu.

              "Bicara  soal  pekerjaan  yang  layak,  berarti  juga  harus  bicara  tentang  regulasi  yang  berpihak
              kepada pekerja agar bisa hidup layak, dari sektor mana pun itu, baik di sektor formal maupun
              informal," ujar Timboel.

              Untuk itu, perlu ada regulasi yang menjamin hak pekerja di sektor informal sebagaimana halnya
              yang didapat pekerja di sektor formal. Jaminan ini penting melihat tren investasi yang semakin
              berorientasi  pada  padat  modal/teknologi,  serta  semakin  banyaknya  pekerjaan  informal  dan
              pekerjaan yang jauh dari layak.

              "Kita jangan terus fokus pada pekerja formal, dan tidak kunjung siap mengurusi hak kerja yang
              layak bagi pekerja informal. Padahal, angkatan kerja kita lebih banyak ada di sektor informal,"
              ujar Timboel. (AGE



                                                           55
   51   52   53   54   55   56   57   58   59   60   61