Page 350 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 15 APRIL 2021
P. 350
Pemerintah (PP) untuk penempatan dan pelindungan awak kapal niaga maupun perikanan yang
bekerja di kapal berbendera asing. Saat ini, rancangan PP-nya telah selesai proses harmonisasi
dan telah diajukan ke Sekretariat Negara.
ABK RENTAN DIEKSPLOITASI, MENAKER BENAHI TATA KELOLA PERLINDUNGAN
"Pemerintah telah dan terus berupaya untuk melakukan langkah-langkah pembenahan
pelindungan bagi awak kapal perikanan yang memang secara karakteristik lebih rentan terhadap
tindak eksploitasi," kata Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dalam keterangan tertulis, Selasa
(14/4/2021).
Ida mengatakan perbaikan tata kelola ini akan mudah direalisasikan jika terdapat instrumen
hukum yang mengaturnya. Oleh karena itu, saat ini pemerintah masih terus menyelesaikan
aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran
Indonesia (UU PPMI), utamanya terkait aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) untuk
penempatan dan pelindungan awak kapal niaga maupun perikanan yang bekerja di kapal
berbendera asing. Saat ini, rancangan PP-nya telah selesai proses harmonisasi dan telah diajukan
ke Sekretariat Negara.
Ida menyatakan RPP ini membawa harapan agar pelindungan ABK menjadi lebih
lengkap/paripurna mulai dari sebelum, selama, dan setelah bekerja. Selain itu, permasalahan
dualisme perizinan, lemahnya pendataan dan koordinasi antar K/L terkait, rendahnya kompetensi
awak kapal perikanan kita, serta lemahnya pengawasan, diharapkan juga tidak lagi muncul.
"Substansi pada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pelindungan Awak Kapal, yang mana
rujukan pengaturannya kita ambil, baik dari instrumen internasional, yaitu Konvensi ILO
mengenai maritim (Maritime Labour Convention) dan Konvensi ILO Nomor 188 mengenai Pekerja
di Sektor Perikanan, serta aturan perundang-undangan nasional terkait lainnya, seperti di bidang
pelayaran, kepelautan, serta perikanan," jelas Ida.
Pihaknya juga akan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan penempatan
pekerja migran, termasuk yang menempatkan awak kapal perikanan, guna memastikan
perusahaan ini dalam operasionalnya tidak melakukan pelanggaran aturan.
Sebagai penutup, Ida mengapresiasi Indonesia Ocean Justive Initiative (IOJI) yang concern
terhadap isu pelindungan awak kapal migran Indonesia. Salah satu kontribusinya yakni dalam
bentuk Policy Brief mengenai Perbaikan Tata kelola Pelindungan ABK Indonesia di Kapal Ikan
Asing.
"Rekomendasi kebijakan yang diajukan telah kami jadikan referensi yang berharga bagi
pemerintah, selaku regulator, dalam menetapkan kebijakan pelindungan Pekerja Migran
Indonesia yang bekerja sebagai Awak Kapal Perikanan di Kapal Berbendera Asing," ujarnya.
Sementara itu, kepala BP2MI Benny Rhamdani menyatakan pokok permasalahan sulitnya
penanganan ABK perikanan di Indonesia yakni muaranya adalah ketidakjelasan tata kelola
penempatan ABK. Hal ini dikarenakan masih terdapatnya tumpang tindih dalam memberikan izin
penempatan bagi awak kapal yang ingin bekerja di kapal berbendera asing.
"Kami punya harapan dari UU No.18 Tahun 2017 dan peraturan turunan dari UU ini, akan
memberikan jawaban yang pasti bagi tata kelola baik bagi tata kelola maupun pelindungan bagi
awak ABK perikanan Indonesia. Kuncinya adalah jika sistem sudah kita buat dan diperkuat, maka
kolaborasi dan koordinasi menjadi penting dalam menangani masalah awak kapal perikanan
Indonesia," tegas Benny.(fhs/ega).
349