Page 25 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 22 SEPTEMBER 2020
P. 25

JERAT PEMIKAT YANG MEMBUAT SEKARAT

              Iming iming yancj diberikan biasanya proses administrasi yang mudah, cepat, dan tanpa syarat
              berat.  Di tengah  sulitnya mencari  pe  kerjaan, sejumlah  pemuda pun  dengan cepat  terpikat.
              Namun, tanpa sadar, mereka telah masuk ke dalam jerat.

              Nikson Sinaga/Kristi Dwi Utami

              Awal 2018, Samfarid Fau-zi (34), warga Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah,
              melihat  sebuah  iklan  lowongan  pekerjaan  sebagai  anak  buah  kapal  (ABK)  di  sebuah  grup
              Facebook.  Dalam  iklan  tersebut,  perusahaan  penyalur  ABK  itu  hanya  mencantumkan  dua
              persyaratan, yaitu kartu tanda penduduk dan kartu keluarga.

              Tak ada syarat lain. Farid, panggilan Samfarid Fauzi, yang tak memiliki latar belakang di dunia
              perikanan juga tidak diminta menyerahkan sertifikat kompetensi atau keterampilan berbahasa.
              Sebelum diberangkatkan ke China, Farid hanya sekali diberi pelatihan, yaitu pelatihan menjahit
              jaring.

              Farid yang kala itu sedang putus asa setelah kehilangan pekerjaan tergiur mendaftar. "Dari awal
              melihat iklan di Facebook sampai dia berangkat ke China itu waktunya sangat singkat, kurang
              dari tiga bulan. Belakangan, kami menyadari, ternyata yang cepat dan mudah itu belum tentu
              baik. Ini contohnya, amburadul begini," kata Inggrid Fre-derica (32), istri Farid.

              Mengutip  cerita  Farid,  Inggrid  mengatakan,  suaminya  sering  diperlakukan  tidak  manusiawi.
              Sebut saja, harus bekerja selama 20 jam dalam sehari, diberi makan makanan yang tidak layak,
              seperti makanan kedaluwarsa, dan telat digaji hingga 8 bulan.

              "Lebih parahnya lagi, saat ini suami saya bekerja melebihi kontrak kerja yang disepakati. Kontrak
              kerja suami saya berakhir April 2020.
              Tapi, hingga saat ini, dia belum dipulangkan dan malah disuruh tetap bekeija," tutur Inggrid.

              Menurut keterangan ABK lain kepada Inggrid, kapal tempat Farid bekeija tidak bisa bersandar
              karena alasan pandemi Covid-19. Farid dipindahkan ke kapal lain lalu dibawa kembali ke tengah
              laut.

              Penyiksaan, hingga kema-tian, pekerja migran Indonesia di kapal-kapal ikan asing menyeret
              nama  Tegal.  Sebab,  perusahaan-perusahaan  yang  disebut  memberangkatkan  para  pekerja
              tersebut beralamat di Tegal.

              "Sebelum ada kasus itu, kami tak tahu kalau ada perusahaan itu di Kota Tegal. Perusa-haan-
              perusahaan tersebut tidak pernah mengurus perizinan ataupun melaporkan kegiatan penyaluran
              tenaga keija yang mereka lakukan," kata Kepala Disnakerin Kota Tegal R Heru Setyawan.

              Salah  satu  perusahaan  perekrutan  dari  Tegal  yang  mendadak  tersohor  adalah  PT  Mandiri
              Tunggal Bahari (MTB). Komisarisnya, Sutris-no, dan direkturnya, Muhamyang Membuat
              mad Hoji, kini terdakwa di Pengadilan Negeri Tegal. Jaksa menjerat mereka dengan Pasal 85
              dan 86 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia
              dan  Pasal  4  UU  No  21/2007  tentang  Pemberantasan  Tindak  Pidana  Perdagangan  Orang.
              Ancamannya, penjara hingga 15 tahun dan denda hingga Rp 15 miliar.
              Korban PT MTB, antara lain, Reynalfi Sianturi (22) dari Pematang Siantar. Kisahnya mirip Farid.
              Dijanjikan bekeija di pabrik tekstil di Korea Selatan dengan gaji Rp 25 juta per bulan, Reynalfi
              justru dijadikan awak kapal ikan China, Lu Qing Yuan Yu 901. Ia harus bekeija 20 jam sehari,
              gajinya selama tujuh bulan tidak dibaSekarat


                                                           24
   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30