Page 417 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 27 AGUSTUS 2020
P. 417
Fitra menuturkan bahwa adanya kebijakan RUU Cipta Kerja ini sudah tepat. Sehingga kata dia,
upaya terbaik adalah memperbaiki isinya bukan menolak RUU tersebut seluruhnya.
"berarti kalau sudah begitu kita harus melihat bahwa omnibuslaw ini lebih ke arah gimana
memperbaikinya, bukan menolak seluruhnya," tuturnya.
"RUU Ciptaker memang tujuannya adalah untuk menciptakan lapangan kerja. memperluas
lapangan kerja dengan mendatangkan investasi," lanjutnya.
Dia mencontohkan salah salah negara yang berhasil dengan mereformasi kebijakan
ketenagakerjaannya seperti di Jerman melalui Harz Reform pada tahun 2000. Kata dia, Jerman
berhasil menurunkan tingkat penganggurannya melalui aturan tersebut.
"Tapi ingat, kalau kita lihat dari Jerman, dia melakukan reformasi kenetanagakerjaan yang cukup
signifikan, Jadi sejak awal tahun 2000 an, dia buat namanya Harz Reform," katanya.
Fitra menuturkan melihat adanya RUU Ciptaker di Indonesia sama halnya dengan melihat Harz
Reform di Jerman.
"Belajar dari situ, kita juga butuh melihat omnibus itu atau ciptaker itu seperti itu juga, tentang
reformasi ketenagakerjaan, kalau kita bicara soal reformasi ketenagakerjaan berarti sebenarnya
itu juga lintas sektor, berarti kita bicara namanya pendidikan, profesional shcool, itu juga
dibenerin, termasuk sistem unemployment juga diberdayakan," ucapnya.
"Yang jelas ini win win situation, untuk tidak hanya para pengusaha tapi juga para pekerja,"
lanjutnya.
Lebih jauh, Fitra mengatakan bahwa dampak dari kebijakan RUU Ciptaker ini memang butuh
waktu. kata dia, sama halnya seperti Harz Reform, dampaknya akan terasa sekitar 4-5 tahun
mendatang.
Selain itu, RUU Ciptaker Kerja juga menjadi momentum dalam memanfaatkan bonus demografi
di Indonesia yang akan berakhir hingga tahun 2030 mendatang.
"Kita kan dihadiahi adanya bonus demografi nih, dan akan habis secara teknis itu tahun 2030,
dan sebelum habis maka harus di genjot momentumnya, kalau kita kalah momentumnya, jadi
kita akan tua sebelum kaya," ucapnya.
Menurut Fitra banyaknya penolakan dari berbagai kalangan terkait adanya RUU Ciptaker ini lebih
dikarenakan dibuatnya aturan ini tidak banyak melibatkan banyak orang.
Padahal, kata dia, aturan ini membahas banyak kebijakan di lints sektor. Hal itu yang
membedakan antara RUU ciptaker dan Harz Reform di Jerman.
"Jadi kita lihat sekarang kenapa ciptaker ini banyak penolakan itu lebih karena banyak yang tidak
terlibat, seperti top down, dan para pekerja dan akademisi juga sangat sedikit yang dilibatkan,
nah ini yang menyebabkan banyaknya penolakan2 terhadap RUU Cipta kerja dan omnibus law
pada umumnya," katanya.
"Padahal kita sebenarnya membutuhkan itu, jadi saya lebih melihat tidak menolak dan tidak
menerima, kita memperbaiki apanyang ada sekarang, karena gimanapun kita butuh omnibus
kita butuh RUU Cipta kerja, untuk meningkatkan produktivitas kita, yang kalau produktivitas
meningkat, artinya kita bisa meningkatkan produktivitas ekonomi, itu pada akhirnya kira bisa
menangkap momentum untuk keluar dari jebakan pendapatan menengah," ujarnya. (J-1).
416