Page 328 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 26 OKTOBER 2020
P. 328
Meski naskah UU belum bisa diakses masyarakat, kuasa hukum pihak KSBSI sudah mulai
berproses. Saat ini mereka tengah melakukan fmalisasi poin-poin yang akan diajukan dalam JR.
BERAGAM UPAYA BATALKAN OMNIBUS LAW
ORGANISASI BURUH AKAN MENGAJUKAN JUDICIAL REVIEW UU CIPTA KERJA. PEGIAT
LINGKUNGAN DAN AGRARIA MERASA HAL ITU SIA-SIA. JR DIANGGAP BUKAN LANGKAH TEPAT
UNTUK SESUATU YANG INKONSTITUSIONAL
Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) sudah memiliki beberapa pengacara untuk
maju ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengajukan judicial review (JR) Undang-Undang Cipta Kerja.
Meski naskah UU belum bisa diakses masyarakat, kuasa hukum pihak KSBSI sudah mulai
berproses. Saat ini mereka tengah melakukan fmalisasi poin-poin yang akan diajukan dalam JR.
Merasa dikejar waktu, Presiden KSBSI, Elly Rosita Silaban, tidak mau kehilangan momentum.
Ada beberapa poin yang disoroti KSBSI dalam UU ini. Misalnya, soal PKWT (perjanjian kerja
waktu tertentu), pekerja alih daya, pesangon, dan upah minimum sektoral yang dikabarkan akan
hilang. Namun, dalam perkembangannya tidak tertutup kemungkinan akan ada poin lain yang
disoroti dalam UU Ciptaker yang telah disahkan DPR pada 5 Oktober lalu itu.
Saat ini naskah UU Ciptaker yang telah disahkan itu masih belum bisa diakses oleh publik. Sebab
itu, KSBSI melakukan kajian sendiri dengan menggunakan draf UU Ciptaker yang saat ini beredar
di masyarakat."Kami menggunakan draf yang 812 halaman. Kita memang sedang konsolidasi
dengan teman-teman yang lain," ucapnya kepada Ryan Puspa Bangsa dari Gatra.
Menurut Elly, disebabkan simpang siurnya draf UU Ciptaker yang beredar di publik, saat ini masih
ada elemen serikat buruh yang dalam menggunakan draf yang 1.035 halaman, dan 905 halaman,
Meski demikian, menurutnya, sebagian besar sudah merujuk pada mayoritas draf 812 halaman.
Langkah yang diambil KSBSI untuk mengajukan gugatan JR ke MK ini, kata Elly, lantaran banyak
kesepakatan yang tidak diakomodir sepenuhnya dalam UU Cipta Kerja. Padahal, KSBSI sebagai
salah satu serikat buruh yang ikut dalam pembahasan UU ini melalui forum tripartit nasional
sudah memberikan berbagai pendapat.
"Ada beberapa yang kita sepakati kemarin, misalnya soal pesangon yang tidak pernah dikatakan
akan turun dalam tripartit. Tapi kemudian di Panja didiskusikan, bahkan di Panja masih tetap 32
kali, tapi di UU menjadi 19+6," kata Elly.
Pasca-pengesahan UU Cipta Kerja oleh DPR, pemerintah mengajak KSBSI untuk ikut dalam
pembahasan aturan turunan yang akan dirangkum dalam peraturan pemerintah (PP). KSBSI,
kata Elly, memutuskan tidak ikut berpartisipasi. Alasannya, sampai saat ini aturannya sendiri
masih belum jelas seperti apa.
Dan yang lebih membuat KSBSI enggan, mereka merasa telah dibohongi dari segala hal.
Senada, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menegaskan bahwa
pihaknya tidak akan terlibat dalam pembahasan aturan turunan UU Cipta Kerja. Sikap ini sejalan
dengan komitmen kaum buruh yang menolak (minibus law UU Cipta Kerja, khususnya klas-ter
ketenagakerjaan.
Said menyampaikan, ke depan, aksi penolakan omnibus law oleh buruh akan semakin membesar
dan bergelombang. "Buruh menolak omnibus law UU Cipta Kerja. Dengan demikian tidak
mungkin buruh menerima peraturan turunannya. Apalagi terlibat membahasnya," ujarnya
kepada Muhammad Guruh Nuary dari Gatra.
327