Page 137 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 14 OKTOBER 2020
P. 137
OPTIMALKAN UU CIPTA KERJA UNTUK DORONG DAYA SAING
Undang-Undang Cipta Kerja perlu dioptimalkan dalam tataran implementasinya agar mampu
mendorong daya saing Indonesia di mata investor. Selain itu, monitoring juga penting agar
penyederhanaan regulasi bukan hanya terjadi secara (hukum), tetapi juga (pengakuan) dari
investor. Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia, Talisa Aulia Valianty, yang diminta
pendapatnya soal omnibus law Cipta Kerja dan dampaknya terhadap daya saing mengatakan
untuk melihat korelasinya harus melihat pengalaman empiris Indonesia yang mengacu pada
(EODB) dari Bank Dunia dan Global Competitiveness Index (GCI) dari World Economic Forum
(WEF). Dari pengalaman pada 2013 dalam GCI peringkat yang jauh membaik adalah
infrastruktur dan pasar tenaga kerja yang membaik 17 peringkat, juga pasar produk yang naik
13 peringkat. Sedangkan untuk EODB yang mengalami peningkatan peringkat secara drastis
pada 2018 adalah yang membaik 38 peringkat dan sebanyak 27 peringkat. Meskipun demikian,
beberapa PR besar di dalam EODB 2019 yang masih perlu diperbaiki Indonesia karena
peringkatnya masih di atas 100 adalah (140), (116), (110), dan (106). Sedangkan yang perlu
diperbaiki dalam GCI tahun 2019 adalah (96), (85), dan (74).
Berdasarkan model regresi sederhana antara GCI dengan PDB dan tenaga kerja sebagai variabel
independen, maka diperoleh koefisien regresi untuk GCI sebesar -0.13. Artinya,
kenaikan/perbaikan ranking sebesar 1 peringkat dalam GCI atau ranking menjadi lebih kecil
akan menaikkan PDB sebesar 0,13 persen . "Jika Omnibus Law secara skenario moderat dapat
didekati dengan historis perbaikan median dalam GCI maka dengan median perbaikan peringkat
sebesar 5 maka akan diperoleh kenaikan PDB sebesar 0,65 persen poin dari . Jika digunakan
skenario optimis bahwa perbaikan peringkat GCI adalah 12 peringkat maka maksimal akan dapat
kenaikan 1,56 persen poin dari," kata Talisa.
Jika pertumbuhan 5 persen maka maksimal dapat diperoleh pertumbuhan sebesar 6,56 persen.
Angka tersebut diharapkan dapat mengeluarkan Indonesia dari . "Pertanyaan apakah Omnibus
Law mampu menaikkan peringkat GCI kita hingga 12 peringkat dengan kondisi global yang saat
ini penuh ketidakpastian. Sebab, simulasi yang dilakukan belum memperhitungkan dampak
wabah Covid-19," katanya.
Dihubungi terpisah, Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Brawijaya Malang, Andy Fefta Wijaya,
mengatakan pemerintah harus lebih realistis akan harapan ekonomi lebih lekas pulih meskipun
vaksin ditemukan. "Kalau baru awal 2021 vaksin didistribusikan, tentu sulit diharapkan tahun itu
juga tercapai. Paling cepat baru 2022 dampaknya bisa dirasakan karena distribusi vaksin untuk
populasi yang besar dan tersebar seperti di Indonesia tentu perlu waktu," kata Andy. n.
136