Page 239 - KLIPING KETENAGAKERJAAN 14 OKTOBER 2020
P. 239
Berdasarkan berkas permohonan yang diunggah di situs resmi MK RI, Dewa dan Ayu menyoal
Pasal 59, Pasal 156 Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 79 Ayat (2) huruf b dan Pasal 78 Ayat (1) huruf
b UU Ciptaker klaster Ketenagakerjaan. Berlakunya UU Ciptaker tidak memberikan perlindungan
dan kepastian hukum bagi para pemohon terkait status kepegawaian mereka.
Mereka menilai, UU tersebut memberikan kewenangan bagi perusahaan untuk mengadakan
perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) secara terus-menerus tanpa batasan waktu pembaruan.
UU Ciptaker juga dinilai merenggut hak para pemohon sebagai pekerja mendapatkan imbalan
atas pekerjaan dan dedikasinya bagi perusahaan berupa pesangon dan uang penghargaan yang
layak.
"Bahwa keberlakuan undang-undang a quo akan memposisikan para pemohon sebagai pekerja
dengan beban kerja yang berlebih sebab undang-undang a quo telah mengurangi jumlah hari
istirahat mingguan dan menambah durasi maksimal lembur bagi pekerja," bunyi petikan
permohonan tersebut.
Melalui permohonannya, Dewa Putu Reza dan Ayu Putri meminta agar MK menyatakan Pasal 59,
Pasal 156 Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 79 Ayat (2) huruf b dan Pasal 78 Ayat (1) huruf b klaster
Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Sementara, pemohon dari DPP FSPS menyoal Pasal 81 angka 15, angka 19, angka 25, angka 29
dan angka 44 UU Ciptaker. Pasal 81 angka 15 mengubah ketentuan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan
terkait PKWT.
Sementara, Pasal 81 angka 19 menghapus ketentuan Pasal 65 UU Ketenagakerjaan. Pasal ini
mengatur tentang perjanjian pemborongan pekerjaan secara tertulis.
Lalu, Pasal 81 angka 25 mengatur tentang ketentuan baru yakni Pasal 88D mengenai upah
minimum pekerja. Sedangkan Pasal 81 angka 29 menghapus Pasal 91 UU Ketenagakerjaan
mengenai pengaturan pengupahan.
Pasal 81 angka 44 mengubah Pasal 156 UU Ketenagakerjaan. Pasal ini mengatur mengenai
kewajiban perusahaan membayar uang pesangon atau uang penghargaan jika terjadi pemutusan
hubungan kerja.
Para pemohon meminta agar pasal-pasal tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
Kedua permohonan itu tidak mencantumkan nomor dari UU Ciptaker, tetapi ada bukti naskah
yang dilampirkan.
Menurut Fajar, jika UU Ciptaker sudah ditandatangani presiden dan diberi nomor, pemohon
dapat menyertakannya dalam proses perbaikan permohonan. "Sepanjang masih dalam rentang
waktu perbaikan permohonan, bisa saja," kata dia.
238