Page 15 - e-KLIPING KETENAGAKERJAAN 9 MARET 2021
P. 15

Abdullah Fikri Ashri dan Melati Mewangi

              Belasan tahun mengadu nasib di Malaysia, Umaya (59) akhirnya pulang ke rumahnya di Desa
              Astana,  Kecamatan  Gunung  Jati,  Kabupaten  Cirebon,  Jawa  Barat.  Tak  lama,  ia  meninggal,
              membawa semua kisah pahitnya.

              Rabu (3/3/2021) adalah hari ke-40 perginya Umaya. Meskipun lama kerja di Malaysia, ia tidak
              menyimpan jutaan rupiah seperti pekeija migran lainnya. "Waktu pulang 10 bulan lalu, kakak
              saya hanya membawa Rp 40.000. Penglihatannya terganggu. Tiga bulan berikutnya, dia enggak
              bisa jalan karena diabetes," kata Afifah (50), adik Umaya.

              Umaya  berangkat  ke  Malaysia  tahun  2005  tanpa  dokumen  melalui  Medan,  Sumatera  Utara.
              Sesampainya di Malaysia, dia bekerja sebagai buruh cuci di warung. "Ternyata, temannya itu
              menjual  kakak  saya.  Dia  berpindah-pindah  majikan.  Gajinya  juga  enggak  dibayar  penuh,"
              katanya.


              Ketika keluarga Umaya dirundung duka, keluarga Mei Harianti (26), pekerja migran asal Cirebon
              di Malaysia, terus memperjuangkan haknya. Mei korban kekerasan majikannya. Padahal, dia
              baru 13 bulan bekerja di sana dan berangkat sesuai prosedur.

              Kasus Mei terungkap berkat advokasi lembaga swadaya masyarakat pembela hak pekerja migran
              di  Malaysia,  Tenagani-ta.  Aktivis  Tenaganita  melapor  ke  polisi  dan  Kedutaan  Besar  Republik
              Indonesia  (KBRI)  Kuala  Lumpur  untuk  menyelamatkan  Mei  dari  rumah  majikannya,  Selasa
              (24/11/2020). Polisi pun menangkap majikan Mei.

              "Mei  masih  di  Kuala  Lumpur  untuk  sidang.  Sidang  pertama  selesai,  tetapi  masih  ada
              kelanjutannya," ujar Gunawan (31), kakak Mei.

              Perlawanan juga masih dilakukan Sukara (57), warga Desa Sukamulya, Kecamatan Cilamaya
              Kulon, Kabupaten Karawang, Jabar. Akhir Desember 2017, dia pun berangkat ke Malaysia untuk
              bekerja di kebun nanas dengan janji gaji Rp 210.000 per hari dan akomodasi terjamin. Setibanya
              di Malaysia, Sukara bekerja 11 jam sehari dan hanya bergaji separuh dari janji.

              Dia akhirnya pindah keija ke peternakan sapi sampai kemudian berusaha pulang dan berakhir di
              tahanan imigrasi setempat. Tiga bulan ditahan dan kehilangan semua tabungannya sebelum
              akhirnya  pengadilan  memutuskan  Sukara  bersalah  dan  dideportasi.  "Cukup  saya  saja  yang
              merasakan ngerinya bekerja di sana," kata Sukara.

              Sekretaris  Serikat  Buruh  Migran  Indonesia  Karawang  Karyono  mengatakan,  pihaknya
              mendampingi Sukara dan mantan pekerja migran lainnya di Desa Sukamulya. Hingga kini, kasus
              ini masih ditangani Polres Karawang. "Ada juga sejumlah penyintas masih merasakan trauma
              karena ditipu dan mengalami kekerasan," katanya.

              Regulasi daerah

              Ketua Pelaksana Harian Yayasan Salman Karawang Wiharti Ade Permana menilai, pemerintah
              daerah harus lebih aktif menyosialisasikan prosedur penempatan pekerja migran. Ketidaktahuan

                                                           14
   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20